SULUT – Sikap Transparansi kepada masyarakat Sulut memang telah menjadi komitmen awal Anggota DPRD Sulut Melky Pangemanan. Terbukti, Senin (18/11/19) siang tadi Melky kembali menggelar Kopdar guna melaporkan kinerjanya sepanjang bulan oktober kemarin, dibarengi dengan diskusi publik membahas terkait berbagai masalah perempuan dan anak sampai pada realisasi anggarannya di dinas terkait.
Diskusi ini bertema ‘Perempuan Dan Anak, Menilik Anggaran Dan Realitas’. Turut hadir pula dalam diskusi ini yakni kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulut Mieke Pangkong, LSM Suara Perempuan, mahasiswa dan Para wartawan.
Legislator PSI ini mengawali diskusi dengan melaporkan kinerjanya sepanjang bulan oktober lalu.
“Puji Tuhan saya masih dan tetap konsisten untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai wakil rakyat. Setiap hari dari jam 9 pagi pintu ruangan saya terbuka untuk penyampaian aspirasi,” ucapnya.
Pada kesempatan ini pula, MJP sapaan akrabnya mengatakan fokus diskusi kali ini yakni membahas persoalan perempuan dan anak. Maka dari itu dirinya mengundang para masyarakat dari berbagai elemen guna meminta sumbangsih pemikiran yang tentunya konstruktif bagi kemajuan daerah tapi juga untuk pemberdayaan perempuan dan anak itu sendiri.
“Jangan sampai perempuan dan anak jadi warga negara kelas 2. Dan dalam tupoksi saya sebagai anggota DPRD tentunya akan mendorong agar penganggarannya memadai,” kata MJP.
Disisi lain, Kepala DP3A, Mieke Pangkong mengakui untuk belanja langsung mengalami penurunan karena adanya pemotongan anggaran untuk Pilkada.
“Kalau 2019 sekitar Rp 5 miliar, untuk tahun 2020 mendatang ada anggaran Rp 3,5 Miliar untuk belanja langsung,”ujar Pangkong.
Menanggapi itu, Pangemanan mengatakan Memang APBD 2020 telah disahkan tapi ada peluang untuk menambahkan anggaran di APBD- perubahan guna untuk peningkatan mutu perempuan dan anak yang ada di Sulut. Fungsi anggota DPRD adalah mengawasi dan memastikan bahwa DP3A Sulut dapat menjalankan tupoksi,komitmen dan program mereka dengan baik dan benar. Tentunya dengan terukur dan mempertanggungjawabkan apa yang mereka lakukan.
“Tak hanya itu, untuk ranperda traffiking ini sudah masuk propemperda tahun 2020. Makanya ini juga sudah menjadi komitmen saya untuk mengawal. Memang ada pesimisme kemarin bahwa ini sudah masuk propemperda tahun 2019 tapi tidak sampai diperdakan. Ini memang butuh kerja kolektif, tentu didalamnya ada peran media dan juga masyarakat untuk selalu mendorong hal ini. Mengingat Perda Traffiking ini sudah sangat dibutuhkan. Perda traffiking ini terakhir pada tahun 2004 dan UU tentang traffiking adanya tahun 2007 seharusnya sudah ada harmonisasi agar kedepannya kita tidak akan dengar lagi keluhan terkait kecilnya anggaran, persoalan perempuan dan anak tidak diseriusi dan lain sebagainya,” jelasnya.
(Ardybilly)