Berita Lainnya
IN MEMORIAM “LUISSANDY”
Tulisan dari mantan pengujinya dan Kaprodi Ilmu Kelautan Unsrat : Dr. Gustaf Mamangkey.
SULUT – Dia (Luissandy) adalah sosok mahasiswa yang saya kenal sebagai mahasiswa periang. Walau keriangannya menyembunyikan banyak keperihan.
Suatu ketika dia pernah bercakap dengan saya secara pribadi, dengan maksud membicarakan prestasinya dalam akademik. Dia sangat rajin dalam pandangan saya, kerajinannya lah yang membentuk dia sehingga selalu pendapatkan IP 4.00 setiap semester. Itu pikir saya, waktu itu.
Sandy: Iya mner, saya lebih baik tinggal di kampus, belajar dan beraktivitas. Soalnya kalau pulang rumah saya jauh di Pal 4 (sebuah kelurahan di sisi timur Kota Manado, sementara Kampus Unsrat di sisi barat kota)
Saya: Tapi kan anda bisa pulang di sela waktu kuliah, atau makan siang di rumah, waktunya cukup apalagi kadangkala ada jeda sampai 4 jam
Sandy: Tidak mner, lebih baik di kampus dan saya bisa belajar di perpus
Saya (menelisik lebih jauh): atau anda tidak mau membantu orang tua anda?
Saat itu wajahnya tiba-tiba berubah sendu
Sandy: Saya tinggal dengan tante saya, mner. Tante saya kerja serabutan membuat batako, tapi dia yang membentuk saya. Saya di tinggal di kampus supaya bisa menghemat ongkos kendaraan (matanya mulai berair). Tapi ketika saya pulang, saya membantu tante mner. Saya tidak membiarkan dia.
Saya terdiam! Tidak ingin bertanya lagi, dimana ayah ibumu? Atau, mengapa ini terjadi? Atau berbagai pertanyaan yang mungkin akan mengiris hatinya lebih dalam karena isakannya makin tertahan. Dia membatin dalam dalam kesesakan.
Pertemuan sampai di situ. Tapi setelah itu saya mengontak Dr. Deiske Sumilat sebagai Pembimbing Skripsinya untuk lebih memperhatikannya. Mengingat jabatan saya waktu itu sebagai koordinator Program Studi.
Akhirnya Wisuda tiba.
Saya: Selamat Sandy! Anda mendapatkan prestasi tertinggi Cum laude bersama Batar (teman seangkatan yang mendapatkan IPK 4)
Sandy: Makase mner, saya senang saya bisa lulus cepat sehingga saya bisa mengubah hidup saya.
Saya: mo kemana ngana abis ini (Anda mau kemana setelah ini?)
Sandy: Saya akan segera cari kerja dan ingin mengubah semuanya!
Sampai akhirnya saya melihat fotonya, seperti biasa dengan wajah dan gaya yang ceria di Facebook miliknya. Saya senang dia akhirnya sudah mendapatkan pekerjaan. Ya, dia pantas mendapatkannya! Semoga bisa menghapus luka perih masa lalu. Gayanya yang luwes dalam pergaulan tambah otak yang pintar adalah nilai utama sehingga dia mendapatkan pekerjaan yang diimpikan.
Dan akhirnya KABAR DUKA menyapa tiba-tiba kemarin malam.
Sandy sudah meninggal mner!
Begitu kata salah satu teman Sandy di grup alumni Ilmu Kelautan. Mohon dikonfirm apa benar berita ini? Saya menuntut temannya jangan sampai dia memberitakan kabar hoax.
Benar mner, Mner bisa lihat di postinga Facebook teman-temannya.
Tapi, tantenya butuh dana untuk membawa Sandy agar bisa dimakamkan di Manado. Uang Sandy sudah habis untuk keperluan pengobatan sebulan terakhir.
Sayapun terpukul perih.
Badan Sandy yang ceking saat kuliah ternyata karena dia tidak pernah makan siang selama kuliah. Tapi itu ditutupinya dengan keceriaan. Dia tak menunjukkan kepada para dosen akan keadaannya. Saya tertipu! Dia berhasil menipu saya dengan wajah yang seakan tak pernah menderita. Dan mungkin kondisi waktu itu yang menjadi penyebab kematiannya. Dia bekerja dengan ceria, tapi dia masih menderita. Masalah usus yang kronis akhirnya merenggut jiwanya.
Dan diapun meninggalkan semuanya tanpa jejak. Akun facebooknyapun dimatikan ketika dia masih dirawat di Rumah Sakit. Ketika nomor telponnya dihubungi yang angkat telpon adalah tantenya. Dalam percakapan dengan sang tante: Sandy bilang ke saya jangan balas telpon atau WhatsApp dari teman. Kalau saya sembuh saya akan membalasnya.
Saya pikir, memang Sandy tidak ingin membagikan deritanya kepada siapapun. Dia hanya ingin membagikan cerianya. Sayang sekali, kesempatan itu tidak datang lagi.
Selamat Jalan Sandy. Ini cerita saya yang terpaksa saya sampaikan ke publik walau kau tak akan bisa membacanya. Selamat mengarungi lautan keabadian dimana sakit dan tangis tak akan pernah lagi mengganggumu.
Sebagian cerita di atas juga atas penuturan Dr. Deiske Sumilat yang adalah Pembimbing Skripsi