Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa berdiri di atas kaki sendiri atau biasa dikenal dengan istilah ‘berdikari’ begitu sang founding father bangsa ini mengelu-elukan istilah tersebut, tentu istilah tersebut tidak serta merta terucap begitu saja tanpa ada melihat kondisi dari potensi bangsa ini sesungguhnya, terbukti sumber daya alam yang terbentang luas dari sabang sampai merauke menjanjikan potensial-potensial yang sungguh luar biasa kekayaanya, bahkan ada istilah lama juga mengatakan ‘tongkat, kayu dan batu jadi tanaman’ begitu ungkapan yang memang benar adanya.
Ironis ibarat ayam mati dalam lumbung, inilah kenyataan yang saat ini sedang terjadi di bangsa ini, potensi sumber daya alam yang begitu besar tidak bisa terkelola dan dikelola dengan baik, bahkan segala kebutuhan hidup yang seharusnya tersedia di bangsa ini seolah-olah menjadi sesuatu yang sangat sulit sekali untuk mendapatkannya misalnya saja beras, kedelai, gula dan kebutuhan pokok lainnya yang seharusnya bisa dinikmati dari hasil garapan tanah sendiri namun menjadi hal yang ‘seolah-olah’ sulit untuk didapat, sampai-sampai bangsa ini harus mengimpor dari luar untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, lalu masuknya pengelola dari luar yang begitu rakus yang memang sengaja hanya untuk mengeruk kekayaan di bangsa ini, mengundang banyak investor luar berdatangan, mereka tidak hanya sebagai investor saja tetapi juga sekaligus pembeli aset-aset di bangsa ini, sumber daya manusia yang membludak tidak sebanding dengan pengelolaan kekayaan alam yang ada, yang seharusnya seimbang antara kekayaan sumber daya alam dengan sumber daya manusia yang tersedia.
Bangsa ini harus memulai melakukan sesuatu hal yang kecil, sesuatu yang mulai terlupakan atau menjadi satu gengsi yang besar untuk menghidupkan sesuatu tersebut, gaya hidup yang sudah hilang yaitu BERTANI, pekerjaan yang mulai asing ditelinga kita untuk mendengarnya, pekerjaan yang rendah bahkan pekerjaan yang ‘hina’, ingat, bertani bukanlah suatu pekerjaan tetapi merupakan gaya hidup yang seharusnya dilestarikan oleh anak bangsa ini, namun itulah fakta yang sedang terjadi, dengan potensi kekayaan sumber daya alam yang ada, yang dahulu bangsa Indonesia dikenal dengan bangsa agraris seharusnya bangsa ini bangga dengan pekerjaan tersebut dan sudah menjadi suatu gaya hidup tersendiri, karena hal tersebut merupakan aksi nyata di dalam mengelola dan menjaga sumber daya alam bangsa ini.
Berita Lainnya
Dari kutipan sejarah dahulu kala dikatakan bahwa manusia purba yang primitif menjaga kesinambungan hidupnya dengan berpindah-pindah tempat atau yang dikenal dengan istilah nomaden, namun ada juga manusia purba yang sudah menggunakan akalnya mereka menjaga kesinambungan hidupnya dengan bercocok tanam, ini mungkin bisa ditafsirkan dengan situasi sekarang bahwa manusia purbakala yang primitif ibarat manusia zaman sekarang yang untuk memenuhi kebutuhannya mereka mencari supermarket, berpindah dari supermarket yang satu dengan supermarket yang lain untuk berbelanja memenuhi kebutuhannya yang memang sudah menjadi hal ketergantungan, tanpa dia pikirkan lagi bagaimana memproduksi sendiri segala kebutuhannya tersebut, begitu juga dengan manusia purbakala yang sudah menggunakan akalnya, mereka bercocok tanam untuk memenuhi segala kebutuhannya, mungkin ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya apa yang dimaksud dari kutipan sejarah tersebut, jika kita memulai menanam satu hingga tiga jenis tanaman di pekarangan rumah sendiri memanfaatkan lahan kosong di sekitar rumah yang bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, ini mengajarkan kita untuk bisa mandiri dimulai dari kebiasaan menanam di lingkungan rumah sendiri.
Rumah Pangan Mandiri (RPM) mungkin itu istilah yang sesuai untuk memulai aksi nyata di dalam membangun bangsa ini menuju Indonesia yang mandiri pula, dimulai dari membangun ketahanan dan kemandirian pangannya, yang mana bangsa ini bisa benar-benar harus merdeka seutuhnya dari penjajahan pangan impor, menciptakan karakter anak bangsa menjadi produsen di negeri sendiri, bangga menggunakan produk dalam negeri, membangun logika dengan logistik itu kebutuhan yang harus dipikirkan oleh pemimpin bangsa ini dikemudian hari.
Disela aktivitas rutinnya salah satu Ketua Organisasi Kemasyarakatan yang menamakan dirinya Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) DPC Minahasa Utara ini, menyempatkan berkebun dan sudah bisa menikmati hasil dari kegiatan bertaninya tersebut. “Sesuai dengan program di organisasi kami dimana salah satu hasil RAKERNAS ke II dimana setiap pengurus dan warga Gerakan Fajar Nusantara wajib bertani atau dalam skala kecil Rumah Pangan Mandiri, tentunya ini sangat bermanfaat dimana kita bisa menambah ilmu khususnya dalam hal bertani, untuk mempersiapkan diri semua simpatisan GAFATAR dalam krisis pangan lokal kedepan, sesuai dengan data yang kami dapat di RAKERNAS ke II akan terjadi krisis pangan dunia”. Kata Bung Juliardi panggilan akrab beliau.