JAKARTA- Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) membedah perekonomian terkini Indonesia. Kesalahan kolektif telah terjadi selama 3 tahun pada pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla dalam mengelola hutang negara.
Hal menarik ini dikatakan pengamat ekonomi Didik J Rahbini dalam diskusi ekonomi yang dilaksanakan Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) di Cikini , Jumat (11/5/2018).
Kesalahan kolektif menurut Rahbini dapat di lihat dengan meningkatnya hutang yang hampir dua kali lipat dari tahun 2013 sampai tahun 2018.
“Telah terjadi kenaikan hampir dua kali lipat, tahun 2013 hutang ada pada posisi 2300 trilyun rupiah, saat ini mencapai 4000 trilyun rupiah, “tandasnya.
Itupun menurutnya belum di tambah dengan hutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar 700 trilyun rupiah dan hutang swasta.
Menurut Rahbini ratio hutang pemerintah sudah mencapai 61 persen, atau telah melewati batas maksimal 60 persen menurut undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.
Hampir senada dengan Rahbini, dosen Unika Atmajaya Frans Aba otokritik harus diberikan kepada pemerintah agar tidak selalu bertahan pada argumentasi dan kebohongan data statistik. ” Indonesia memang bukan negara terbesar dalam berhutang, namun fundamental ekonomi masih lemah, di banding Amerika Serikat, Brasil, Jepang atau China, “jelas Aba.
Sementara itu Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menilai tidak ada yang salah dengan kebijalan hutang Indonesia.” Dari perspektif konstitusi rasio hutang masih di bawa 60 persen, dari sisi alokasi pemanfaatan untuk pembangunan infrastruktur, anggaran pendidikan dan penanggulangan kemiskinan mengalami peningkatan, “ujarnya.
Namun Budimanta juga mengakui bahwa pengelolaan hutang harus di lalukan hati-hati agar tidak hanya di kuasai oleh segelintir orang.
Narasumber lain Hasudungan Tampubolon pengamat perbankan melihat hutang negara tidak perlu terlalu di khawatirkan sepanjang pemimpin negara mempunyai integritas baik. “Jokowi saya lihat punya integritas baik. Ingat banyak negara gagal bukan karena persoalan ekonomi tapi faktor non ekonomi termasuk soal kepemimpinan, “ungkapnya.
Di lain pihak Direktur Strategi Pembiayaan dan Portofolio Kementerian Keuangan Sceinder C Siahaan mengatakan hutang itu dilakukan karena ada kebutuhan dan akselerasi untuk membangun. Selain itu hutang di gunakan untuk hal yang konstruktif. Dia menekankan tidak perlu membanding-bandingkan apalagi menyalahkan kebijakan hutang tiap masa kepemimpinan.
Diskusi berlangsung menarik dan di buka ketua Dewan Pakar PA GMNI Theo Sambuaga, setelah sebelumnya di awali pengantar diskusi oleh ketua Pokja Ekonomi PA GMNI Kristiya Kartika. (don).