MANADO – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) divonis 2 tahun penjara dan langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur dan setelah itu dipindahkan ke Mako Brimob, Depok untuk alasan keamanan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Ahok dalam perkara dugaan penodaan agama, dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jln. RM Harsono, Ragunan, Selasa 9 Mei 2017.
Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulawesi Utara Melky Pangemanan, S.IP., M.AP., M.Si menyebut bahwa vonis hakim terhadap Basuki Tjahaja Purnama tidak berdasar pada hukum tetapi lebih pada pertimbangan politik dan tekanan massa.
“Putusan hakim tidak berdasar pada hukum tetapi dikuasai kepentingan politik dan tekanan massa dari kelompok-kelompok intoleran lewat aksi-aksi demonstrasi sejak awal sidang Ahok bahkan sebelum dimulai sidang sampai putusan sidang seakan Ahok sudah diadili, ini sangat tidak baik untuk suatu peradilan di Indonesia”. Ujar Melky
Saat ini status Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok adalah terdakwa dengan vonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim tetapi belum tentu bersalah atau terpidana sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Mengingat Basuki Tjahaja Purnama juga akan mengajukan banding.
Melky pun menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama merupakan Tahanan politik bukan sebagai tahanan hukum dan tak ubahnya seperti Soekarno dan Nelson Mandela.
“Pak Ahok tak ubahnya Soekarno atau Nelson Mandela. Sosok jujur dan berani yang di kriminalisasi. Pak Ahok adalah tahanan politik bukan tahanan hukum. Pak Ahok akan menjadi legenda dan akan selalu dikenang karena dedikasinya yang luar biasa”. Ucap Melky.
Alasan Melky menyampaikan bahwa Basuki Tjahaja Purnama adalah tahanan politik karena kasusnya tidak bisa dipisahkan dari persoalan politik jelang Pilkada DKI Jakarta.
“Kasus Pak Ahok 99% karena kepentingan politik Pilkada DKI Jakarta. Hasrat untuk berkuasa dari segelintir orang membuat mereka dan kelompok-kelompok intoleran menyerang dan berupaya mengalahkan Pak Ahok dengan isu SARA. Kasus yang menimpa Pak Ahok digoreng sedemikian rupa dengan tameng penistaan agama yang sarat akan kepentingan politik dan kebencian terhadapnya. Ini tidak sehat dan merusak kebhinekaan kita. Jadi pantaslah Pak Ahok disebut “Tahanan Politik” karena beliau menjadi korban politisasi agama”. Tegas Melky
Melky pun menambahkan bahwa Basuki Tjahaja Purnama adalah sosok yang tegar dan sangat mencintai Indonesia
“Beliau sosok yang tegar dan sangat cinta Indonesia. Sudah di bilang kafir dia tetap kuat, di kursi pesakitan pun beliau tetap setia melayani masyarakat”. Tutup Melky.