Pancasila dari sejarah memang menjadi alat penguasa untuk berbagai kepentingan, baik itu kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu. Pancasila yang sebuah rasa dan tekad bersama bisa menjadi multitafsir dengan beragam macam makna. Saat itu mengemuka tidak saja istilah Pancasila, namun darinya bisa diperas menjadi Trisila bahkan Ekasila. Suatu terobosan mahakarya dari Sang Founding Father sebagai pendiri bangsa. Dimana Ekasila tersebut dikatakan sebagai intisari dari Pancasila yang merupakan spirit Gotong Royong atau masyarakat Minahasa mengenalnya dengan Mapalus, yang notabenenya adalah semangat persatuan.
Dengan cerdasnya Bung Karno mengaku bukan sebagai penemu Pancasila, namun hanya menggali Pancasila dari lubuk hatinya Ibu Pertiwi. Sejak zaman keemasan Nusantara di mulai dari Kerajaan Sriwijaya hingga Majapahit bahkan sampai zaman penjajahan Belanda. Pertanyaannya apakah galian tersebut masih relevan untuk zaman yang makin berkembang saat ini serta banyak perubahan dan kemajuan seperti sekarang ini ?
Jadi, untuk menggali kembali Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat urgensi di tengah zaman globalisasi saat ini. Kalau di zaman Bung Karno, Pancasila pernah ditawarkan menjadi dasar PBB, sebagai five principle-nya seluruh bangsa-bangsa di dunia. Tidak itu saja, Indonesia benar-benar diproyeksikan menjadi Indonesia Raya, sebagaimana doa dan harapan di bait Lagu Kebangsaan tersebut, yang juga dicita-citakan menjadi Mercusuar Dunia. Itu semua bukan omong kosong dan kelakar belaka. Pancasila adalah suatu esensi cita-cita, rasa, dan juga kebanggaan yang perlu dibangun, dibangkitkan serta disebarkan ke seluruh penjuru dunia dari bangsa Nusantara.
Berangkat dari sejarah dan cita-cita luhur tersebut, masih saja ada segelintir kelompok yang peduli untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut seperti, Gerakan Fajar Nusantara Dewan Pimpinan Kota Manado (GAFATAR DPK Manado) yang bekerjasama dengan GAFATAR DPC Minahasa Utara, memberikan contoh di tengah-tengah masyarakat dengan memulai mengimplementasikan esensi dari cita-cita luhur tersebut dengan membentuk program Kampung Pancasila, tentu untuk menuju sesuatu hal yang besar harus di mulai dari sesuatu yang kecil terlebih dahulu, konsep yang dibuat di atas meja tidak akan menjadi arti apa-apa ketika konsep tersebut tidak teraplikasikan dan tidak berani untuk memulai.
Program yang digawangi langsung oleh GAFATAR DPC Minahasa Utara yang di ketuai oleh Juliardi SE, ini melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) dengan pihak Hukum Tua beserta Perangkat Desa Kolongan untuk membentuk Kampung Pancasila di Desa Kolongan, acara tersebut dilaksanakan di Balai Desa Kolongan.
Secara geografis Desa Kolongan merupakan salah satu desa dari 16 desa di Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara yang mempunyai wilayah seluas ± 700 Ha, mayoritas petani, buruh dan PNS, Desa Kolongan merupakan desa yang sudah menjadi desa semi kota, ada 6 Kepala Jaga, memiliki sekitar 700 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk 2000 jiwa, memiliki luas pertanian sawah 250 Ha.
Berikut kutipan sambutan dari Hukum Tua Desa Kolongan, Denni Mokolensang SE, disela pembukaan acara. “Untuk mengembalikan budaya bangsa ini baik itu budaya nasional maupun budaya daerah berbagai masalah yang timbul saat ini, memang Pancasila itulah masalahnya, pemahaman Pancasila di zaman sekarang masih sangat jauh sekali, coba kita lihat anak-anak sekarang disuruh baca Pancasila atau UUD 45 sudah tidak hafal, adanya tawuran antar kampung, ancaman panah wayer merupakan masalah baru yang timbul, hal ini tentu berangkat dari pendidikan PMP (Pendidkan Moral Pancasila) yang sudah tidak diajarkan lagi di sekolah, contoh kecilnya saja seperti ucapan sapaan selamat pagi, sore dan malam sudah hilang, yang merupakan sapaan hormat antar sesama maupun menghormati yang lebih tua, salah satu caranya ialah mengembangkan mapalus yang sudah mulai memudar”. “Harapan dapat memberikan hal yang positif bagi warga Desa Kolongan dengan segala kegiatan GAFATAR yang terbentuk dalam program Kampung Pancasila”. tambah beliau.
“Selain menggenapi hasil RAKERNAS II GAFATAR di Makassar tahun lalu, program ini juga sebagai wadah memperkenalkan visi misi GAFATAR agar lebih dikenal oleh masyarakat Sulawesi Utara secara umum dan khususnya warga masyarakat Desa Kolongan dan juga bertujuan menggembalikan kejayaan bangsa Nusantara melalui ideologinya Pancasila, karena program ini bisa langsung bersentuhan dengan pemerintahan paling bawah yaitu pemerintah desa”. Tegas Ketua GAFATAR DPK Manado Bung Karwenda.
Beperikemanusiaan, Bersatu, Bermusyawarah dan juga Berkeadilan juga akan menjadi barang langka dalam Pancasila jika sila pertama Ketuhanan belum diutamakan. Menggali Pancasila lagi, seakan menggali jati diri bangsa, karakter bangsa. Seperti character national building yang dielu-elukan founding father dan ini tak akan pernah selesai. Perbaikan diri secara personal maupun perbaikan kebijakan secara nasional harus dilakukan. Negara-negara yang maju tidak sekadar ukuran materi yang menjadi inti. Namun ada spirit dan jiwa yang mendasari di dalam mereka punya kalbu. Bahkan belajar dari local wisdom yang ada seperti di Minahasa dengan semangat Mapalus, Hindu Bali yang takut akan karma sehingga tidak saling mengganggu, Badui yang bersahabat dengan alam untuk maju bersama, Minang dengan spirit perantuanya yang mencengangkan, akhirnya bangsa ini membutuhkan spirit kebangsaan dan tak lain tak bukan adalah Pancasila.