Minggu 7 Juli 2013, Festival Pinawetengan kembali dilaksanakan Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara yang terletak di Desa Pinabetengan. Acara yang diawali upacara adat di batu pinawetengan dan batu tumotoa berlangsung sejak pagi hingga malam hari dengan berbagai macam kegiatan.
Festival Pinawetengan tahun 2013 yang mengusung tema “Demokrasi” terasa agak berbeda dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya, karena festival adat yang dihadiri oleh ratusan umat manusia dirangkaikan dengan berbagai macam acara seperti pentahbisan gereja tua Winebetan, soft opening wale anti narkoba dan penganugerahan gelar adat kepada dua tokoh Sulawesi Utara.
Festival Pinawetengan tahun ini diawali dengan upacara adat di Watu Pinawetengan dan Watu Tumotoa pada pukul 07.00 sampai 08.00 Acara dimulai lebih pagi mengingat hari ini (7/7/2013) jatuh pada hari Minggu. Selesai upacara adat, acara dilanjutkan dengan pentahbisan gereja tua Winebetan (1954) yang direlokasi dari desa Winebetan ke lokasi Pa’Dior yang dilanjutkan dengan ibadah minggu.
Menurut Benny Mamoto relokasi gereja tua yang semula akan dipugar dan diganti dengan bangunan yang lebih baru, hendak mengajarkan kepada generasi muda agar supaya ditengah arus moderenisasi saat ini, generasi muda tetap menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah yang ada meskipun bangunan tersebut bisa diganti dengan yang lebih modern lagi.
Selesai pentahbisan gereja dan ibadah bersama, acara dilanjutkan soft opening Wale Anti Narkoba. Menurut Deputi Pemberantasan Narkotika BNN, saat ini tecatat ada sekitar 36.400 warga Sulawesi Utara yang terjerat dengan narkotika dan obat-obat terlarang. Hal yang lebih meresahkan adalah setiap tahun angka pengguna Narkoba di Sulawesi Utara terus menunjukkan grafik yang menanjak. Oleh karena itu diharapkan Wale Anti Narkoba bisa mengedukasi para pengunjung tentang bahaya narkoba yang bisa mengancam keselamatan jiwanya sehingga mereka tidak mengkonsumsi barang laknat tersebut.
Sekitar pukul 13.00 acara kemudian dilanjutkan dengan pawai budaya yang diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat yang mengenakan berbagai pakaian daerah dari beragam suku yang ada di Minahasa, baik mereka yang masih anak-anak hingga mereka yang sudah lanjut usia. Nampak dalam rombongan Pawai Budaya yang mengambil start di desa Pinabetengan dan finish di Pa’Dior Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara para penari kabasaran, iring-iringan musik bambu, musik bia, drum band, beberapa rombongan penari hingga para penunggang kuda yang mengenakan pakaian adat yang dipimpin oleh pembawa bendera merah putih.
Begitu para peserta pawai budaya tiba di Pa’Dior acara dilanjutkan dengan penganuerahan gelar adat kepada dua tokoh kawanua yang dianggap telah mengabdi dan berkiprah melalui pelayanan sesuai dengan keahlian masing-masing kepada warga Kawanua, baik didalam maupun di luar negeri.
Ketua Umum Yayasan Institut Seni dan Budaya Sulawesi Utara Irjen Pol. Dr. Benny Mamoto, Sh, MS.i dalam sambutannya mengatakan bahwa penganugerahan gelar adat disamping untuk menggali dan mengangkat sejarah dan kearifan lokal, juga diharapkan sebagai pembelajaran kepada generasi muda sebagai penerus tongkat estafet budaya agar dapat menghargai dan menghormati para senior dan pendahulunya yang telah berjasa dan berkorban melalui pelayanan kepada masyarakat.
Adapun kedua tokoh yang menerima gelar adat di Festival Pinawetengan 2013 yaitu:
- Benny Tengker (Tona’as Tua Wangko Papendangan/Tona’as Pendidikan Tinggi)
- Emile Mailangkay (Tona’as Tu’a Wangko Manengkey/Tona’as Kawanua Luar Negeri)
Selesai penganugerahan gelar adat kepada Benny Tengker dan dan Emile Mailangkay acara dilanjutkan dengan berbagai atraksi seni dan budaya seperti pertunjukan teater dari Pasan tentang Demokrasi, pertunjukan tari Maengket yang menggunakan 3 bahasa (Tonsea, Tombulu, Tountemboan), musik bambu Wioy Ratahan, gelar kain tenun terpanjang di dunia (125 meter) dan sudah diakui oleh guines book world record, fashion show kain pinawetengan, musik bia dari Likupang Minahasa Utara, tari katrili oleh lansia hingga pertunjukan tari dari Banggai Sulawesi Tengah.
Berbagai pertunjukan seni dan budaya yang tersaji di Festival Pinawetengan 2013 yang sangat jarang kita temui di Sulawesi Utara mampu menghipnotis seluruh masyarakat yang hadir di Pa’Dior, tak terkecuali mereka yang berasal dari luar negeri.