Ketersediaan transportasi massal dengan harga yang murah, aman dan nyaman di negeri ini sampai dengan saat ini masih sebatas impian semata. Triliunan uang negara (mungkin lebih tepatnya uang rakyat), seolah-olah menguap begitu saja. Harapan masyarakat Indonesia agar supaya disetiap daerah boleh tersedia layanan transportasi yang murah, aman dan nyaman dan yang paling penting bebas dari kemacetan sampai saat ini masih sebatas harapan, tak tahu kapan akan tercapai.
Jakarta, ibukota negara yang seharusnya menjadi icon yang bisa mempromosikan Indonesia, justru menjadi gambaran buruknya pengelolaan transportasi di Indonesia. Berita mengenai kemacetan dan simpang siurnya lalu lintas di ibukota negara baik di media online, televisi dan koran/majalah seolah-olah tak pernah habis bak serial Doraemon. Kehadiran Jokowi dan Basuki yang dipilih warga Jakarta dalam pemilihan secara langsung, memberikan angin segar akan sebuah perubahan. Hal ini juga sejalan dengan slogan yang di usung pasangan Jokowi Basuki yakni Jakarta Baru.
Masalah transportasi menjadi salah satu prioritas yang harus dibenahi oleh Jokowi dan Basuki. Ketersediaan sarana transportasi yang bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak seperti MRT dan Bus Way menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kemacetan. Harapan agar tersedianya transportasi yang nyaman dan bebas macet mulai menampakkan hasil yang menggembirakan setelah proyek MRT mulai beroperasi dan jalur bus way yang terus disterilkan dari para pengemudi nakal.
Berita Lainnya
Harapan akan tersedianya tranportasi yang nyaman dan bebas macet semakin cerah tatkala pemerintah melakukan pembelian ratusan Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) melalui proses tender yang dilakukan oleh dinas perhubungan. Namun harapan tersebut buyar tatkala kedatangan gelombang pertama Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB). Hal ini disebabkan karena bus yang didatangkan dari Cina ternyata mempunyai kualitas yang buruk. Beberapa kendaraan sempat mogok saat belum lama beroperasi ditambah lagi beberapa komponen bus ada yang telah berkarat.
Permasalahan dibidang transportasi yang terjadi di Jakarta juga terjadi di Kota Manado. Kemacetan sering menghiasi wajah ibukota Sulawesi Utara bahkan warga sepertinya mulai “terbiasa” terperangkap di dalam kendaraan. Pertumbuhan kendaraan yang begitu cepat apalagi ditambah semakin mudahnya masyarakat mendapatkan kendaraan dengan cara kredit plus tersedianya mobil dengan harga yang murah tidak diimbangi dengan pembangunan jalan yang baru.
Dan salah satu penyebab kemacetan di Kota Manado yaitu para pengendara kendaraan bermotor yang tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas yang bertebaran di jalanan. Rambu-rambu lalu lintas seolah-olah hanya menjadi pajangan tanpa fungsi. Lihat saja yang terjadi di sekitar Kawasan Megamass Manado. Tanda larangan saja tidak diindahkan oleh para pengguna kendaraan bermotor terlebih kendaraan roda dua yang parkir sembarangan, bahkan diparkir di bawah tanda dilarang parkir.
Berbagai hal dilakukan oleh pemerintah Kota Manado dibawah pimpinan bapak Vicky Lumentut dan Harley Mangindaan untuk mengurai kemacetan di Kota Manado termasuk dengan melakukan rekayasa lalu lintas. Akan tetapi menurut saya rekayasa lalu lintas tidak akan pernah berhasil mengurangi kemacetan jika ruas jalan didalam kota Manado tidak bertambah dan sarana trasnportasi massal tidak tersedia.
Jalur Boulevard yang dulunya merupakan jalur yang mudah dilalui alias bebas macet, kini tak seperti dulu lagi. Daerah disekitar Manado Town Square, itcenter Manado dan Kawasan Megamass Manado kini merupakan penyumbang titik lokasi kemacetan di Kota Manado. Tak heran karena ketiga lokasi tersebut merupakan pusat perbelanjaan yang paling banyak dikunjungi di Kota Manado. Jalan lingkar baru (Boulevard 2) yang dahulu sempat didengungkan ternyata hanya sebatas didengungkan saja dan perlahan gemanya mulai tak terdengar lagi.
Kalau Jakarta punya TransJakarta, Manado juga punya Trans Kawanua. Tapi sayang, keberadaan Trans Kawanua yang awalnya diharapkan dapat mengurangi kemacetan justru tak lebih baik dengan TransJakarta. Bahkan bisa dikatakan TransJakarta sangat jauh lebih baik dari Trans Kawanua. Bus yang diharapkan bisa mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak, semakin sulit saya temui “bodinya” di jalanan. Bahkan halte bus Trans Kawanua keberadaannya sangat memprihatinkan (Foto menyusul).
Beberapa halte Trans Kawanua menjadi tempat berteduh para pengemis & gelandangan, tempat para seniman liar mengekspresikan dirinya (penuh dengan coretan-coretan) hingga tempat latihan tolak peluru (kaca pecah berantakan akibat ulang oknum yang tidak bertanggung jawab). Bahkan saya pernah menemui ada warga dengan keterbelakangan mental di tempat perhentian Bus Trans Kawanua.
Trans Kawanua dan fasilitas pendukung bukannya menjadi solusi kemacetan namun justru semakin memperburuk wajah kota Manado yang sempat mentasbihkan dirinya sebagai Kota Model Eko Wisata. Bagaimana Manado bisa menjadi tujuan wisata jika kemacetan semakin bertambah dan fasilitas yang diharapkan bisa untuk mengurai kemacetan justru menjadi bumerang terhadap dunia pariwisata?
Sebagai warga masyarakat, saya hanya bisa berharap semoga transportasi massal yang nyaman dan bebas kemacetan di Kota Manado bisa secepatnya tersedia. Ataukah akan lebih baik jika Trans Kawanua dan berbagai fasilitas penunjangnya dipensiunkan dari pada “merusak” wajah Kota Manado?