SEMARANG– Kembali proses hukum atas kekerasan dunia pendidikan mendapat sorotan dari keluarga korban. Proses hukum atas tindak pidana kekerasan terhadap MG yang dilakukan oleh Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang membawa harapan pada MG dan orangtuanya. Namun, korban MG dan keluarga mengaku sangat kecewa dengan tuntutan ringan yang diajukan jaksa penuntut umum kepada enam terdakwa, yakni satu tahun penjara.
Karena itu, MG bersama orangtua berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang yang mengadili perkara tersebut, akan memeriksa perkara tersebut, mengadili, serta menjatuhkan putusan dengan adil, sesuai rasa keadilan korban.
Berita Lainnya
Sebelumnya pada sidang yang digelar Kamis, (5/9/2024) Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Semarang, menyatakan enam terdakwa yang merupakan Taruna Senior PIP Semarang, bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Pasal 351 Ayat (1) jo 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. JPU kemudian menuntut para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama satu tahun.
“Bagi kami orangtua MG, tuntutan yang diajukan oleh JPU terlalu rendah jika dibandingkan dengan dampak yang diakibatkan oleh perbuatan para pelaku,” ujar Yoka, ibunya MG, Kamis (12/9/2024).
Dalam persidangan terungkap bahwa telah terjadi kekerasan/pengeroyokan yang dilakukan oleh para terdakwa terhadap MG pada tanggal 2 November tahun 2022 di dalam lingkungan kampus, sehingga mengakibatkan MG mengalami sakit, bagian tubuh mengalami memar, termasuk pada bagian ulu hati dan kencing darah.
Yoka menilai tuntutan JPU masih jauh dari rasa keadilan. Sebab, akibat penganiayaan yang dilakukan para terdakwa, anaknya MG mengalami trauma hingga saat ini.
Tak hanya itu, pendidikan MG juga terganggu, terkatung-katung selama dua tahun. MG juga harus merelakan hilangnya kesempatan menjadi Calon Aparatur Sipil Negara yang telah diraihnya melalui tes selama enam bulan untuk masuk melalui jalur pola pembibitan pemerintah/Calon ASN di sekolah kedinasan tersebut.
Janji bahwa MG akan diberi jaminan keamanan, dan pindah ke STIP Jakarta agar lebih mudah dipantau oleh orangtua dan oleh lembaga yang menaungi sekolah-sekolah tersebut, ternyata diingkari.
“Yang terjadi sebaliknya, anak kami justru dibully berhari-hari oleh beberapa oknum di lingkungan PIP Semarang, hingga mengalami kekerasan ke empat kalinya di bulan Mei-Juni 2023,” ungkap Yoka.
Oleh karena itu ketika persidangan kasus kekerasan oleh Taruna Senior PIP dimulai sejak 1 Agustus 2024, MG dan orangtua berharap keadilan akan berpihak pada MG. Namun, melihat tuntutan JPU, MG dan keluarga serta kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang mengaku sangat kecewa dengan tuntutan JPU.
Kekecewaan yang sama juga diungkapkan Ridho Rinaldo, dari LBH Semarang. “Seharusnya, JPU menggunakan kewenangannya untuk menuntut secara maksimal para terdakwa,” tegas Ridho.
Sebab, tuntutan maksimal selain memenuhi rasa keadilan bagi korban, juga menjadi salah satu upaya dalam meminimalisir potensi pengulangan kekerasan di kampus kedinasan pada kemudian hari.
Bagi MG sendiri, dia hanya bisa berharap proses hukum membawa keadilan bagi dirinya. Namun dia berharap dengan adanya proses hukum ini akan menjadi pelajaran berharga bagi intitusi pendidikan seperti PIP agar kasus-kasus yang sama seperti penganiayaan yang dialaminya tidak berulang.
Sebab, pasca peristiwa yang dialami MG, kasus-kasus yang sama masih terjadi di kampus-kampus lain.
“Saya sedih karena mendengar ada kejadian taruna meninggal di STIP Jakarta pada bulan Mei 2024 lalu. Seharusnya ini membuktikan kepada semua pihak, bahwa kasus yang saya alami benar-benar terjadi. Saya tidak mengada-ada, apalagi mengarang. Penganiayaan yang saya alami benar-benar terjadi,” papar MG.
Karena itulah, MG bersama orangtua dan tim LBH Semarang berharap proses persidangan yang berlangsung saat ini di PN Semarang menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama lembaga pendidikan agar menghentikan praktik-praktik kekerasan terhadap para calon taruna/mahasiswa. “Sudah cukup saya menjadi korban. Jangan ada lagi korban harapan saya ujar MG didampingi orantua yang terlihat sangat sedih.