Oleh: Ventje Jacob / Pemerhati Sosial Kemasyarakatan.
Setelah melewati beberapa tahapan mulai dari proses pendaftaran, kampanye, pemungutan suara, rekapitulasi dan penetapan, saat ini Pilkada Serentak 2020 masuk pada tahapan akhir yakni pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan.
Berita Lainnya
Delapan daerah di wilayah Sulawesi Utara berhasil melaksanakan dan menyelesaikan amanat konstitusi sehingga terpilihlah figur-figur terbaik untuk memimpin daerah mereka masing-masing paling tidak untuk tiga setengah tahun kedepan.
Delapan daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan mengasilkan pemimpun terpilih untuk periode 2021-2024, yakni;
1. Gubernur dan Wkl. Gubernur Sulawesi Utara: Olly Dondokambey/Steven Kandouw.
2. Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Utara: Joune Ganda/Kevin Lotulung.
3. Bupati dan Wakil Bupati Minahasa Selatan: Franky Wongkar/Petra Rembang.
4. Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur: Sachrul Mamonto dan Oskar Manoppo.
5. Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Selatan: Iskandar Kamaru/Deddy Abdul Hamid.
6. Walikota dan Wakil Walikota Tomohon: Caroll Senduk/Wenny Lumentut.
7. Walikota dan Wkl. Walikota Manado:
Andrew Angow/Richard Sualang.
Namun, terlepas dari hiruk-pikun pesta demokrasi yang sudah melahirkan pemimpin yang baru, hal ini tentu menunjukkan bahwa tingkat antusiasme masyarakat dalam mengawal sekaligus mengsukseskan proses Pilkada 2020 ini patut diacungkan jempol. Kemudian dari selesainya proses pilkada apakah hanya sampai disana saja..? Pertanyaan yang pasti akan muncul adalah, apakah yang didapatkan oleh rakyat/masyarakat nantinya? Tentu proses pilkada ini merupakan pintu masuk yang paling menentukan terjadinya perubahan-perubahan yang positif bagi masing-masing daerah ke depannya.
Masyarakat setelah ini harus tetap mengawasi visi-misi paslon kepala daerah terpilih yang sudah mereka janjikan kepada para konstituennya yang paling tidak akan mereka konversikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Pendek Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Berangkat dari hal itu, jika masyarakat pasca-pilkada memutuskan diri untuk tidak mengawal jalannya pemerintahan daerah maka kecil kemungkinan kebutuhan masyarakat di lapisan terbawah mampu terjawab oleh produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di tataran terbawah yakni desa sebagai salah satu forum masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya seringkali hanya dihadiri oleh elite desa seperti Kepala Desa dan Sekertaris Desa.
Sehingga, kita boleh berspekulasi bahwa Musrenbang selama ini belum secara maksimal menyerap seluruh aspirasi dari masyarakat. Belum selesai di situ saja, lepasnya pengawasan masyarakat juga terjadi pada alur penetapan APBD mulai dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), Rancangan Perda APBD sampai Penetapan APBD oleh DPRD seringkali berakibat pada tidak tercantumnya aspirasi masyarakat.
Kamipun berharap bahwa visi/misi serta program kerja yg sudah dinyanyikan oleh pasangan terpilih bebar-benar menjadi kenyataan, sebab perlu diingat bahwa politik berbuat melakukan bukan sekedar retorika.