
MANADO – Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini dilaporkan oleh pengacara Ketua DPP Partai Golkar, Setya Novanto ke Bareskrim, Mabes Polri terkait dugaan surat palsu yang dibuatnya. Bukan itu saja laporan ini pula sudah mengarah ke SPDP (Surar Perintah Dimulainya Penyidikan).
Disisi lain kata Pengamat politik dan peneliti Indonesia Public Institute (IPI) Dr Jerry Massie Ph.D menilai ada yang janggal dengan laporan terkait pencekalan Setya Novanto ke luar negeri berbau politis dan bermuatan politis. Dalam menyikapi hal ini pihak Mabes Polri perlu hati-hati, jangan sampai cicak buaya jilid IV kembali tersaji,” kata Massie.
Namun jelas Massie, dirinya salut dengan sikap dari sang Kapolri Tito Karnavian yang begitu arif dan bijaksana. Dirinya menyatakan tidak mau berbenturan dan tidak mau membuat gaduh dengan lembaga adhoc KPK.
“Seyogianya kedua institusi ini bergandengan tangan bersatu sesuai Tupoksi masing-masing untuk memberantas kasus korupsi di Indonesia, bukan malahan ada oknum-oknum yang sengaja memecah belah,” ujar dia.
Persoalannya, menurut Massie, kekuatan politik di negeri ini sulit dibendung. Dengan diterbitknnya surat SPDP maka dia menilai akan makin runyam.
“Mana mungkin lembaga sekelas KPK melakukan hal yang gegabah dan tidak prosuderal, kan tidak mungkin. Memang ada istilh : “The political is the queen of social science” (politik adalah ratu dari ilmu sosial), jadi politik bisa mengendalikan dan menyetir segala sesuatu,” tandas Ketua Harian DPP Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK) ini.
Yang terpenting menurut Massie, hubungan DPR-KPK bahkan Mabes Polri jangan sampai retak dengan ulah segelintir orang saja.
“Kita harus lihat ini personal (pribadi atau group (kelompok). Harusnya, Setnov taat hukum, kalau tidak bersalah kenapa harus takut. Jangan berkelit dan mengulur waktu saat pemanggilan dari KPK, mega korupsi ini melibatkan para kelompok politisi dan elitis didalamnya,” tuturnya.
Pencekalan ini tidak menyalahi aturan kata Massie. Dalam Undang-undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam UU tersebut, Pasal 12 ayat 1 huruf b yakni memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
Bukan saja UU KPK tapi ada juga dalam Undang-undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011. Pencegahan diatur pula dalam BAB IX mengenai Pencegahan dan Penangkalan, mulai Pasal 91 sampai dengan Pasal 103.
Begitu pula yang terdapat pada Pasal 226 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013.
Sedangkan dasar hukum lainnya adalah, putusan MK bernomor PUT No. 64/PUU-IX/2011 – Perkara Pengujian UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terhadap UUD Negara RI. alam putusannya, MK menyatakan bahwa pencekalan hanya 6 bulan dan hanya boleh diperpanjang sekali lagi maksimal 6 bulan.
Bukan tanpa alasan yang bersangkutan dicekal ke luar negeri. “Saya berharap semua pelaku korupsi e-KTP akan terungkap, ‘fiat justitia fuat coellum’ atau hukum harus ditegakkan sekalipun langit runtuh,” tandasnya.
(Ardybilly)