![]()
Model Hunian yang Menyembuhkan: Arsitektur Gerontologis bagi Lansia Demensia
Oleh: Dr. Ir Dwight Mooddy Rondonuwu,ST,MT
(Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNSRAT)
Menua adalah keniscayaan yang tidak hanya mengubah tubuh, tetapi juga cara manusia berinteraksi dengan ruang. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memasuki fase aging population dengan jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai lebih dari sebelas persen dari total populasi (BPS, 2024). Bersamaan dengan itu, meningkat pula jumlah lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif seperti demensia, kondisi yang membuat seseorang kehilangan orientasi, daya ingat, bahkan identitas diri. Fenomena ini tidak hanya menjadi isu medis, tetapi juga menantang dunia arsitektur untuk menata lingkungan yang mampu memahami proses penuaan.
![]()
Dalam konteks ini, arsitektur tidak lagi sekadar berbicara tentang bentuk dan fungsi, tetapi juga tentang empati dan penyembuhan. Pendekatan yang dikenal sebagai arsitektur gerontologis (gerontological architecture) menawarkan perspektif baru dalam merancang hunian lansia. Konsep ini berakar dari ilmu gerontologi, yakni studi tentang penuaan dari sisi biologis, sosial, dan psikologis (Regnier, 2018). Prinsip utamanya adalah bagaimana ruang dapat membantu lansia mempertahankan otonomi, identitas, dan makna hidup di tengah keterbatasan fisik dan mental.
![]()
Victor Regnier (2018) dalam karyanya Housing Design for an Increasingly Older Population menekankan bahwa ruang bagi lansia harus menjadi environmental support yaitu lingkungan yang mendukung kehidupan sehari-hari dengan lembut dan penuh perhatian. Ia bukan sekadar wadah tinggal, tetapi perpanjangan dari memori dan kebiasaan hidup yang membentuk jati diri seseorang. Sten Gromark (2021) menambahkan bahwa hunian lansia ideal harus menjaga environmental continuity, yaitu kesinambungan antara pengalaman ruang masa lalu dengan lingkungan saat ini, agar lansia tidak merasa asing di tengah perubahan yang dialaminya.
![]()
Pada penderita demensia, ruang memiliki fungsi terapeutik yang sangat penting. Penelitian Ulrich (2014) menunjukkan bahwa pencahayaan alami, akses terhadap vegetasi, serta suasana yang menenangkan dapat menurunkan stres dan memperbaiki orientasi ruang. Prinsip ini kemudian diterapkan dalam desain yang dikenal dengan healing environment yakni lingkungan yang memulihkan keseimbangan fisik dan emosional. Di sini, arsitektur bukan lagi sekadar konstruksi fisik, melainkan sarana penyembuhan tanpa obat. Cahaya yang lembut, aroma taman herbal, serta sirkulasi ruang yang intuitif dapat menjadi bentuk terapi diam-diam bagi penghuni lanjut usia yang mudah cemas dan bingung.
Sayangnya, banyak fasilitas lansia di Indonesia masih mengadopsi pendekatan institusional yang kaku: bangunan seragam, koridor panjang, dan ruang steril tanpa kehidupan. Pola seperti ini mungkin efisien secara fungsional, tetapi sering kali meniadakan rasa rumah dan kehilangan makna personal. Pendekatan arsitektur gerontologis justru berusaha mengubah paradigma tersebut dengan menciptakan suasana homelike environment dimana ruang yang terasa seperti rumah sendiri. Elemen domestik seperti dapur kecil, ruang makan bersama, dan taman sensorik menjadi bagian penting dari upaya menghadirkan kenyamanan psikologis.
Contoh sukses pendekatan ini dapat ditemukan di De Hogeweyk Dementia Village di Belanda, sebuah komunitas yang dirancang menyerupai perkampungan kecil bagi penderita demensia. Di sana, para penghuni dapat berjalan, berbelanja, atau sekadar duduk di taman tanpa rasa terkurung. Penelitian Verbeek dan rekan-rekannya (2010) menunjukkan bahwa model ini meningkatkan rasa percaya diri dan memperkuat interaksi sosial para penghuni. Model seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi pengembangan Griya Lansia Demensia di Indonesia, yang memadukan prinsip-prinsip arsitektur gerontologis dengan nilai-nilai budaya kekeluargaan yang masih kuat dalam masyarakat kita.
Beberapa prinsip penting yang menjadi acuan dalam arsitektur gerontologis antara lain kesederhanaan orientasi ruang, familiaritas suasana rumah, keterhubungan dengan alam, kenyamanan sensorik, fleksibilitas ruang, serta penguatan interaksi sosial (Regnier, 2018; Gromark, 2021; Norouzi et al., 2022). Prinsip-prinsip ini bukan hanya panduan teknis, melainkan refleksi dari pemahaman tentang cara manusia menua dan beradaptasi. Ruang dengan sirkulasi melingkar tanpa jalan buntu, warna dinding yang lembut, atau taman kecil yang bisa dijangkau langsung dari kamar, misalnya, merupakan bentuk empati desain terhadap keterbatasan penghuni.
Lebih jauh lagi, merancang hunian bagi lansia demensia adalah tentang memahami bahwa setiap individu yang menua memiliki memori dan kebiasaan yang perlu dihargai. Arsitektur yang menyembuhkan tidak dimulai dari material atau teknologi canggih, melainkan dari niat untuk mendengar dan memahami kebutuhan penghuni yang rapuh. Dalam budaya Indonesia yang sarat nilai gotong royong (Mapalus di Minahasa) dan kekeluargaan, rancangan seperti ini bukan hanya solusi fungsional, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap martabat manusia di usia senja.
Sebagaimana diungkapkan Gromark (2021), “architecture for ageing is not about slowing death, but about enriching life.” Merancang hunian yang menyembuhkan berarti menghadirkan ruang yang membantu lansia menemukan kembali dirinya menjadi ruang yang memberi rasa aman, kedekatan, dan ketenangan. Dengan demikian, arsitektur gerontologis mengajarkan bahwa ruang dapat menjadi bahasa kasih: lembut, tidak menghakimi, dan selalu mengingat meski memori penghuninya perlahan memudar.
Referensi:
Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Indonesia 2024. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Gromark, S., & Andersson, B. (2021). Architecture for Residential Care and Ageing Communities. Routledge Marquardt, G. (2011). Wayfinding for People with Dementia: A Review of the Role of Architectural Design. HERD Journal.
Regnier, V. (2018). Housing Design for an Increasingly Older Population. Wiley.
.Ulrich, R. (2014). Healing Environment Theory in Healthcare Architecture. Texas A&M University.
Verbeek, H. et al. (2010). Small, Homelike Care Environments for Older People with Dementia: A Literature Review. International Psychogeriatrics.
Norouzi, N., et al. (2022). Architecture of Person-Centered Geriatric Hospitals. Journal of Healthcare Design.