Dalam satu bulan terakhir, nama Geri Mandagi tiba-tiba populer di kalangan pemerhati sepakbola Indonesia pasca perhelatan Piala Gubernur Kaltim (PGK) 2016. Ialah seorang goalkeeper (penjaga gawang) kelahiran 28 tahun silam yang saat itu membela Persiba Balikpapan. Secara mendadak Geri menjadi perbincangan setelah berhasil mencetak gol melalui sundulan di menit akhir matchday kedua penyisihan grup C PGK 2016. Gol yang diciptakan Geri itu membawa timnya meraih kemanangan 1-0 atas PON Kaltim.
Geri merupakan putra kelahiran Sulawesi Utara (Sulut), tepatnya di Tomohon, 12 Juni 1988. Kendati demikian, sepanjang karier profesionalnya, Ia belum pernah sekalipun membela tim dari bumi Nyiur Melambai. Pada turnamen Piala Bhayangkara 2016, Geri justru merapat bersama tim asuhan pelatih Subangkit; Mitra Kukar.
Saya jadi teringat dengan sederet nama yang pernah mengisi posisi utama penjaga gawang sejumlah tim di Indonesia. Kita begitu mengenal nama-nama seperti Joyce Sorongan, Yandri Pitoy, dan Ferry Rotinsulu. Jauh sebelum generasi ketiganya, ada pula nama Hendra Pandeynuwu, kiper kawakan yang menjadi bintang pada PON XVI Sulut dan legenda hidup pertahanan terakhir Persita Tangerang. Dalam rentang tiga tahun terakhir, muncul pula nama Geri Mandagi dan Rivky Mokodompit. Mereka adalah kiper-kiper hebat asal Sulut yang kiprahnya justru melejit di tim luar daerah. Penyebabnya, lebih-kurang 10 tahun terakhir, Sulut mengalami kemunduran dalam pembinaan dan pengelolaan sepakbola daerah. Sebelumnya, kita mengenal Persma Manado, Persmin Minahasa, dan Persibom Bolaang Mongondow, tim-tim asal Sulut yang pernah merasakan ketatnya persaingan di kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Cukup menarik ketika membicarakan fenomena regenerasi penjaga gawang yang dilahirkan oleh Sulut. Berdasarkan rekam jejak di timnas Indonesia, Jendri Pitoy mungkin menjadi yang terbaik. Pitoy dalam kurun waktu 2003 sampai 2008 menjadi penjaga gawang tak tergantikan di timnas. Ia juga telah melanglang ke sejumlah tim besar di Indonesia. Karier terbaik pemain kelahiran Tomohon itu adalah ketika berseragam Persipura Jayapura. Ia dipercaya sebagai aktor utama di depan gawang Mutiara Hitam dari musim 2005 sampai 2010. Seiring dengan itu, Ia termasuk bagian dari kesuksesan tim yang bermarkas di stadion Mandala itu saat menjadi kampiun Liga Indonesia 2005 dan Liga Super Indonesia 2008-09.
Meski lahir di Palu, Ferry Rotinsulu merupakan putra dari pasangan yang berasal dari Minahasa, Sulut. Ia sempat pula merasakan ditempa oleh Persma Manado. Namun, nama Ferry baru melejit saat Ia mengenakan kostum Sriwijaya FC. Bersama tim Laskar Wong Kito, Ferry tampil sebanyak 127 kali. Permainannya yang memukau dalam mengawal gawang Sriwijaya FC selama tujuh musim mengantarkannya mengikuti jejak karier Pitoy di timnas Indonesia. Prestasinya di timnas pun tak dapat diabaikan. Di sejumlah turnamen penting, Ferry kerap dipasang sebagai kiper utama. Saat itu, di bawah asuhan pelatih Peter White, ia bersaing bersama Markus Horison.
Walaupun tidak sempat mencicipi kostum timnas, Joyce Sorongan merupakan penjaga gawang kaya pengalaman. Persita Tangerang, PSS Sleman, PSMS Medan, Persma Manado, Persikab Kabupaten Bandung, dan Mitra Kukar adalah sederet tim yang pernah dibelanya. Diposisikan sebagai penjaga gawang utama, kehadirannya di tim-tim tersebut sangat vital. Penjaga gawang kelahiran 18 Oktober 1975 ini dikenal memiliki mental yang bagus dalam menyelamatkan bola serangan lawan. Sayangnya, ketika di Mitra Kukar pada musim 2012-2013, performanya menurun. Lantas Ia menjadi penghangat bangku cadangan sebagai penjaga gawang kedua setelah Hendro Kartiko. Setelah itu, namanya perlahan tenggelam.
Penjaga gawang anyar Semen Padang FC (SPFC), Rivky Mokodompit, juga berasal dari Sulut. Ada yang menarik dari pemain satu ini. Di awal karier profesionalnya bersama Persibom Bolaang Mongondow, Rivky bermain sebagai centre back (bek tengah), namun selepas meninggalkan Persibom dan merapat ke Persita Tangerang, Ia menempati posisi sebagai penjaga gawang. Sejak usia muda, Rivky sudah berpengalaman membela sejumlah tim besar di Indonesia. Selain membela Persibom dan Persita, pemain kelahiran 5 Desember 1988 ini pernah mengenakan kostum Persitara Jakarta Utara, Sriwijaya FC, Persisam Putra Samarinda (sekarang Bali United FC), dan Mitra Kukar sebelum berlabuh di SPFC. Rivky mulai ramai diperbincangkan saat menggantikan peran penjaga gawang utama Sriwijaya FC, Ferry Rotinsulu, yang saat itu mengalami cedera.
Lantas bagaimanakah regenerasi penjaga gawang yang dilahirkan Sulut? Setelah generasi Joyce, Pitoy, dan Ferry yang diambang masa pensiun, hanya tersisa nama Geri dan Rivky. Akan tetapi, regenerasi ini sepertinya masih terus berlanjut. Sebab, Sulut saat ini memiliki bakat belia, Gianluca Pandeynuwu, yang tengah diorbitkan oleh Pusamania Borneo FC (PBFC). Anak kandung Hendra Pandeynuwu ini juga merupakan bagian dari skuad timnas Indonesia U-17. Gian mengawali karier bersama Persminsel Minahasa Selatan. Bakat hebatnya di bawah mistar gawang tercium sampai ke Kalimantan, membuat PBFC U-21 tertarik untuk membinanya. Bahkan Gian masuk ke dalam daftar pemain yang dibawa oleh PBFC ke turnamen Piala Bhayangkara 2016.
Mungkin masih ada daerah lain yang serupa, misalnya Bali dengan kemunculan I Putu Yusa, I Komang Putra, I Made Wirawan, dan I Made Kadek Wardana. Tetapi, tanpa mengesampingkan pemain di posisi lain, layakkah jika Sulut disebut sebagai salah satu daerah penghasil penjaga gawang hebat di Indonesia? Cukup menarik jika disimak lebih jauh, bukan?
*) Oleh Ahmad Hamidi. Mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Kelahiran Padang (Sumatera Barat) 1994, menyenangi sepakbola dan kegiatan mendaki gunung.
Mario Londok(Persipura )