Kebakaran yang terjadi di “lorong majalah” Kelurahan Bumi Beringin, Kecamatan Wenang, kota Manado siang tadi menghadirkan sebuah cerita heroik yang jarang ditemui pada zaman “narsistik” seperti sekarang ini. Zaman yang katanya penuh dengan orang-orang yang bersifat individualistis. Sifat yang jamak ditemui di kota-kota besar di seluruh dunia, tak terkecuali Manado.
Disaat petugas DAMKAR (pemadan kebakaran, Red) sibuk memerangi si jago merah dari jalan, terdengar warga yang panik berteriak “api so basar di atas, sirang dulu ka situ” – Api sudah membesar di atas, siram dulu yang di situ. Teriknya sang mentari dan kencangnya tiupan angin laut di siang hari membuat si jago merah seakan memiliki dukungan untuk menjadi lebih besar lagi.
Entah dari mana, tiba-tiba muncul sesosok pria berpakaian berwarna coklat berikat pinggang berwarna hitam, serta di lehernya terikat kain, mirip dasi, tapi bukan dasi, kain itu berwarna merah dan putih. Ah… ternyata itu kacu Pramuka. Lelaki itu tiba-tiba sudah berada di atas atap sebuah rumah yang berbatasan dengan rumah berlantai dua yang sedang membara dengan api. Dia seorang pramuka ternyata.
Disaat tidak ada satupun orang petugas DAMKAR yang berada di atas atap untuk berhadapan dengan si jago merah, pria muda ini mengambil inisiatif untuk bekerja sama dengan petugas DAMKAR dan nekat naik ke atas atap rumah itu untuk menghadapi si jago merah. Dia seorang pramuka. Wah…. hebat orang itu. Dia pasti seseorang dari lingkungan di sini pikirku.
Namun rasa penasaran timbul di otak-ku ketika tidak ada satu orang pun di sekitar saya yang kenal dengan seorang pramuka di atas atap itu. “Siapa orang itu? Apa dia warga di sini?” saya bertanya kepada warga di sekitar saya yang menyaksikan kebakaran itu. “Bukan, kami tidak mengenalnya.” jawab mereka.
Jadi siapa dia? Berani sekali dia bertaruh nyawa naik ke atas atap dan berhadapan langsung dengan si jago merah. Rasa penasaran saya pun terjawab, ketika saya berhasil bertemu dengan dia, setelah si jago merah berhasil dikalahkan oleh petugas DAMKAR dan segenap elemen masyarakat di tempat itu.
“Namanya saja tim sukarelawan apapun yang terjadi, buat saya, saya terima, karena biar bagaimanapun saya menyelamatkan setiap warga yang bisa diselamatkan.” – Aco Saputra Lahman
Aco Saputra Lahman (24), itu namanya.”Tadi saya sementara mengantar surat ke sekolah-sekolah, saya melihat ada asap begitu tebal. Karena saya salah satu anggota sukarelawan, anggota pramuka, hati saya tergerak untuk bantu di sini. Karena saya juga merupakan anggota Saka Dirgantara di bawah naungan TNI Angkatan Udara, Tim SAR, dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Red).” Demikian jawab Aco, ketika saya bertanya tentang siapa dia. Aco kemudian melanjutkan ceritanya, “karena ini kebakaran, menjadi salah satu tanggungjawab saya. Saya meluncur dari SMAN 7 langsung ke TKP di sini.” Cerita Aco.
Waktu saat kami bercakap sudah menunjuk pukul 14:30 WITA (1 jam setelah api berhasil dipadamkan). Ketika saya bertanya tentang risiko yang dihadapinya ketika menaiki atap rumah untuk memadamkan api, Aco menjawab: “Memang orang-orang berkata risiko sangat besar, tapi bagi saya kalau namanya saya tim sukarelawan apapun yang terjadi, buat saya, saya terima, karena biar bagaimanapun saya menyelamatkan setiap warga yang bisa diselamatkan.”
Aco Saputra Lahman yang merupakan warga Banjer itu tidak mempedulikan risiko apa yang dia akan alami ketika berada di atas atap memadamkan si jago merah. Ketika saya bertanya apakah dia pernah mendapatkan pelatihan menghadapi kebakaran seperti ini, karena bukan main-main risiko yang dia hadapi, bisa membuatnya terbunuh, Aco menjawab kalau dia sering mendapatkan pelatihan dari BPBD. Mereka sudah mendapatkan pelatihan bagaimana menghadapi kebakaran dan berbagai keadaan bencana lainnya, seperti bencana alam di darat maupun di laut.
Sikap solidaritas yang tinggi dari Aco Saputra Lahman yang dia tunjukkan pada saat kebakaran di “lorong majalah” siang tadi patut kita contohi bersama. Pesan Aco kepada adik-adik pramuka di manapun berada: “Saya berpesan buat adik-adik, jadilah orang yang pemberani.” Dan pesan itu pun saya rasa untuk kita semua. Ternyata tidak semua orang itu bersifat individualistis. Aco adalah buktinya. Bagaimana dengan kita?