Bulan lalu, sekelompok siswa asal Jakarta yang melakukan study tour dikejutkan dengan pemandangan seekor yaki, yang tampaknya belum lama mati, tergantung di atas salah satu meja penjual di Pasar Tomohon. Penjual-penjual sekitar tidak merasa bahwa ini adalah pemandangan yang tidak wajar. Bahkan, salah seorang sopir angkot berkata bahwa daging yaki dikonsumsi hampir setiap hari oleh beberapa orang. Masyarakat yang mengkonsumsi yaki secara teratur mungkin sedikit, tapi jumlah yang sedikit ini cukup untuk menekan populasi yaki hingga hampir punah.
Meskipun sebagian masyarakat mengklaim masih sering melihat yaki liar, hal ini tidak bisa dijadikan tolak ukur populasi mereka di hutan tersebut, apalagi di Sulawesi Utara secara keseluruhan. Biasanya masyarakat hanya menjumpai satu kelompok yaki secara berulang kali sehingga mereka mendapat kesan jumlah yaki di hutan tersebut masih banyak. Padahal menurut penelitian, populasi yaki di Sulawesi Utara kini tersisa kurang dari 5.000 ekor, dengan 2.000 ekor di antaranya hidup di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Jumlah ini adalah hasil dari penurunan populasi sebesar 80% dalam 40 tahun terakhir, meskipun yaki dilindungi UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Menanggapi kenyataan ini, Selamatkan Yaki bekerjasama dengan P.D. Pasar Langowan dan Tomohon akan mengadakan stan informasi di Pasar Langowan pada tanggal 5 dan 12 Juli, diikuti Pasar Tomohon pada tanggal 26 Juli dan 2 Agustus. Tanggal-tanggal ini sengaja dipilih mengingat ini merupakan hari pasar yang ramai, baik di Langowan maupun Tomohon. Apalagi tanggal-tanggal ini adalah hari pasar menjelang masing-masing Pengucapan Minahasa dan Tomohon, sehingga bisa dipastikan animo membeli masyarakat lebih tinggi dari biasanya.
Pengucapan di Minahasa dan Tomohon terkenal dengan acara ramah tamah yang menyajikan berbagai jenis makanan. Satwa liar yang terancam punah, di antaranya yaki, pun termasuk dalam deretan hidangan yang bisa ditemui. Kami memilih hari pasar menjelang Pengucapan dengan harapan bisa meyakinkan masyarakat untuk tidak membeli dan menghidangkan daging satwa liar, terutama yaki. Di stand informasi ini, masyarakat bisa bertanya pada tim Selamatkan Yaki mengenai yaki dan habitatnya dan langsung mendapat jawaban yang jelas dan memiliki dasar ilmiah. Ini akan berguna untuk meluruskan pendapat-pendapat subjektif dan menggerakan masyarakat untuk lebih peduli dengan lingkungan hidup pada umumnya dan yaki pada khususnya.
Populasi satwa liar bukannya tidak terbatas; konsumsi terus menerus dari masyarakat, ditambah perambahan hutan yang tidak terkendali, akan mendorong jenis-jenis satwa ini semakin dekat ke ambang kepunahan. Hal ini terutama mengkhawatirkan bagi satwa endemik, seperti yaki, yang tidak bisa ditemui di luar Minahasa. Yaki menyebarkan biji dari 145 jenis buah yang tumbuh di hutan, dengan demikian membantu pertumbuhan biji-biji ini dan menjamin hutan yang sehat, yang pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Apabila mereka punah, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengembalikan mereka atau mengganti peran mereka dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Alangkah baiknya jika kita bangga dan aktif melindungi alam Sulawesi Utara kita, demi kebaikan kita dan anak cucu kita (Oleh: Caroline Tasirin)