Seputarsulut.com – Ketersediaan Bibit khususnya Padi dan jagung beserta Pupuk di Provinsi Sulawesi Utara dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan petani.
Hal itu dibuktikan dengan teriakan ‘Kami Butuh Bibit’ dari sebagian besar petani di Bolaang mongondow raya.
Sorotan tajam akan persoalan itupun di tujukan kepada Pemerintah Provinsi Sulut dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan.
Mengenai hal itu, Alfons Aleng selaku ketua kelompok Tani Kembang Mekar sekaligus Ketua KTNA dan Penyuluh swadaya Kecamatan Dumoga mengatakan bahwa persoalan petani saat ini adalah kurangnya bibit padi dan jagung, pupuk dan penangkar benih.
“Tentunya yang paling menunjang petani adalah bibit. Kebanyakan bibit yang ditanam sekarang ini kalau mo bilang so Galur ke seribu, jadi tidak mungkin mendapat produksi tinggi jika bibit seperti itu yang ditanam,” Jelas Alfons, Kamis (01/12) saat ditemui awak media di lokasi pertaniannya yang terlekat di Desa Imandi kecamatan Dumoga Timur.
Kelompok Tani Kembang Mekar saat ini berusaha dan mengharapkan adanya ketersediaan bibit Galur Murni.
“Yang terjadi saat ini, untuk mendapatkan bibit Galur Murni itu biayanya cukup besar. Perkilogramnya, petani harus mengeluarkan 125 ribu rupiah. Itu diluar ongkos kirim dari luar daerah,” Katanya.
“Untuk kebutuhan bibit untuk lahan satu hektar adalah kurang lebih 40 kg. Kami kelompok tani kembang mekar hanya bisa membeli 15 kg bibit saat ini sehingga ada lahan kosong yang tidur,” Tambahnya.
Kedepannya, Alfons mengharapkan pemerintah daerah dapat menyediakan bibit khusus Galur Murni untuk para petani di BMR.
“Agar petani tidak kesusahan soal harga yang saat ini kami beli seharga 125 ribu per Kilogram plus ongkos kirim, tapi pemerintah sediakan dengan harga dibawah itu,” Tegasnya.
Harapan petani kepada pemerintah, lanjut alfons, jangan cuma soal slogan ‘Marijo ba kobong dan ‘Marijo ba Tanam’ tapi harus action.
“Tanpa ada slogan dari pemerintah itu, petani ini dari dulu memang hanya ba kobong deng batanam. Kalo memang torang masyarakat harus mengikuti slogan itu, kong mana tu bibit dang? Mana tu pupuk dang?” Ucapnya.
“Pemerintah seakan-akan baru dapa inga dang kalo bakobong itu penting?” Tuturnya.
Kendati demikian, sebagai petani pemikir tapi juga Praktisi, Alfons bersama sekretaris kelompok tani kembang mekar David Lumunon juga terus berupaya mencari solusi. Bagaimana bisa keluar dari permasalahan pertanian saat ini.
“Selain pengadaan bibit Padi dan Jagung Galur Murni, sekalipun harganya sangat mahal, tapi manfaatnya itu, nanti ketersediaan bibit dengan harga terjangkau bagi teman-teman petani sekitar,” Ungkapnya.
Kelompok tani kembang mekar juga akan terus berkomunikasi dengan menghadirkan para ahli/praktisi pertanian organic seperti Ir. Robin Mamengko MM. MP, Mr. Franky Pandelaki MP yang telah membuat berbagai jenis pupuk organic yang kandungan NP & K-nya tidak kalah dengan pupuk (POC/Kimia) yang pemerintah beli ke perusahan.
“Kami juga terus mengadakan pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida kepada teman-teman petani. Kegiatan kami ini benar-benar swadaya murni. Namun Belum terlihat apalagi terasa dukungan dari pemerintah,” Katanya.
Utamanya, alfons katakan bahwa hal ini dirinya lakukan sebagai bentuk kritikan kepada pemerintah tapi juga mengajak kepada teman-teman petani agar ‘jangan tanya apa yang negara berikan kepada saya tapi tanya dulu diri sandiri, Apa yang sudah saya berikan kepada negara’
“Sekarang saatnya action solusion bukan slogan wacana. Ini catatan dari kami Om-om pangbakobong,” Tandasnya.