SULUT – Komisi IV DPRD Sulut melakukan kunjungan kerja ke Pelabuhan Penyeberangan Likupang, Rabu (11/11) tadi.
Dalam turlap tersebut, sejumlah permasalahan ditemui dilapangan.
Seperti yang di ungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Braien Waworuntu.
Ia menegaskan kepada balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut dan Pihak Pelaksana PT. Hisar Makmur agar memprioritaskan tenaga kerja lokal (Minahasa Utara) dan memperbaiki data pekerja agar lebih rapih dan profesional.
“Jangan sekali-kali memanipulasi data pekerja serta Wajib membayarkan Upah bulanan pekerja sejumlah Rp. 3.310.723,” tegasnya.
Terkait dengan penebangan mangrove di lokasi pekerjaan Rehabilitasi Pelabuhan Penyeberangan Likupang, BW pun terlihat geram.
“Penebangan Mangrove yang memiliki manfaat bagi lingkungan serta di lindungi oleh undang-undang merupakan pelanggaran konstitusi bagi bangsa dan negara Indonesia serta merusak alam dan lingkungan hidup yang merupakan warisan luhur kepada anak dan cucu kita,” pungkas BW.
Waworuntu juga menyesalkan saat kunjungan tersebut, Kepala balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut tidak hadir.
” Mungkin Kabalai menganggap remeh DPRD Sulut,” singkatnya.
Disisi lain, anggota Komisi IV DPRD Sulut Melky Jakhin Pangemanan (MJP), menyesalkan aktifitas pekerjaan pembangunan Pelabuhan yang belum mengurus Dokumen Amdal sehingga tidak memiliki Ijin Lingkungan.
“Kami juga menemukan fakta di lapangan terkait penebangan Mangrove di lokasi pekerjaan Rehabilitasi Pelabuhan Penyeberangan Likupang,” tegas Melky Jakhin Pangemanan (MJP).
Selain itu, lanjut MJP, terdapat pelanggaran konstitusi yang diduga dilakukan oleh Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah XXII Provinsi Sulut dan Pihak Pelaksana PT. Hisar Makmur dalam Pembangunan Rehabilitasi Pelabuhan.
“UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 32 ayat 1 dengan jelas mengamanahkan bahwa AMDAL/UKL-UPL wajib memiliki Ijin Lingkungan,” katanya.
Atas temuan tersebut, lanjut Ketua DPW PSI ini, Komisi IV akan menindaklanjuti mengingat hal tersebut persoalan yang sangat serius karena pihak terkait mengabaikan perintah Undang-undang.
“Ini adalah pelanggaran berat dan harus dipertanggungjawabkan. Komisi IV juga menyoroti persoalan tenaga kerja, dimana data administrasi pekerja yang diberikan tidak rapi dan sangat asal-asalan. Diduga ada kekeliruan dalam memberi informasi dan data pekerja,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, soal data pekerja yang tidak lengkap dan belum semua pekerja memasukan KTP nya.
“Ini menunjukan bahwa tidak profesional dalam mengelola data pekerja. Ada juga persoalan pada pembayaran Upah/Gaji para pekerja. Temuan Komisi IV, pihak terkait tidak membayar Upah pekerja sesuai dengan SK Gubernur Sulut Nomor 436 Tahun 2019, yakni sejumlah Rp. 3.310.723,” ucap MJP.
Padahal, lanjutnya, setiap perusahaan wajib menaati ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Prinsip dasar dari ketentuan ini adalah batas minimum upah yang diperbolehkan, artinya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah. Dasar hukumnya adalah UU Ketenagakerjaan Pasal 90 ayat 1, yakni Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud Pasal 89,” beber MJP.
Turut hadir dalam turlap tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kadis Ketenagakerjaan Provinsi Sulut.
(ABL)