Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi dengan Yayasan Zero Population Growth Sulut dan Yayasan Bina Lentera Insan sukses menyelenggarakan seminar tentang “Potensi Integrasi Pengobatan Tadisional dalam Sistem Kesehatan”. Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan yakni dari politisi, akademisi, dan praktisi. Seminar yang dilakukan di Gedung B Lantai 5 Pascasarjana Unsrat mendapat apresiasi positif dari berbagai kalangan.
Dalam sambutannya Prof. Dr. Ir. Lucia Mandey, MS, menyebutkan bahwa ini untuk pertama kalinya isu pengobatan tradisional diangkat dalam kajian ilmiah di Program Pascasarjana Unsrat. Namun hal ini, tidak menutup kemungkinan untuk terus berkembang, karena bisa menghubungkan lintas sektor terkait. “Isu ini bisa dikaitkan dengan pertanian, farmasi, dan kesehatan, sehingga kajian ilmiahnya akan semakin luas dan menarik.”
Prof. Dr. dr. Grace D. Kandou, M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Program Pascasarjana Unsrat juga menambahkan bahwa, seminar ini merupakan wujud kepedulian akademisi kesehatan masyarakat melihat fenomena baik global, nasional, maupun daerah tentang makin diminatinya pengobatan tradisional. “IKM telah melakukan beberapa penelitian ilmiah seperti bakera, dan hal ini ternyata benar-benar membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat”, ujarnya.
Dalam materinya, Asep Rahman, SKM, M.Kes membuka wawasan peserta bahwasanya masalah utama yang dihadapi sektor kesehatan seperti keterbatasan anggaran kesehatan, sejatinya dapat tertolong dengan kemandirian farmasi nasional dengan mendorong santifikasi obat tradisional agar dapat menjadi sumber farmasi nasional. Selain itu, pemanfaatan pengobatan tradisional secara ekonomi masih terjangkau, sehingga pengobatan tradisional dapat menyentuh kaum marginal.
Alasan lain perlunya pengembangan pengobatan tradisional yakni aspek keterjangkauan. Indonesia dengan 13.446 pulau, masih sering mengalami kesulitan keterjangkauan layanan kesehatan medis. Pengobatan tradisional dapat hadir dan memberi solusi untuk hal tersebut. Tidak jarang pula, pengobatan tradisional memberi harapan manakala pegobatan medis telah menyerah. “Inilah harapan baru, dari tradisi lama,” ujar peneliti nasional pengobatan tradisional ini.
Melihat potensi tersebut maka sudah sewajarnya perlu perlindungan dan pengembangannya akan pengobatan tradisional perlu digalakkan. Perlindungan terhadap pengetahuan lokal dapat mencegah pencurian kekayaan intelektual bangsa. “Kasus klaim budaya, akan terus terulang kembali jika tidak ada langkah preventif untuk proteksi dini,” ungkap pemateri dari Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara, Aswan D. Idrak, SH, M.Hum.
Ditambahkan pula oleh Dr. Theo Lumunon, SH, M.Hum, bahwa bukan hanya pengetahuan lokal berupa pengobatan tradisional yang perlu dilindungi, melainkan para pelaku pengobatan tradisional juga perlu perlindungan hukum layaknya tenaga kesehatan lainnya. “Mereka perlu dilindungi secara hukum, baik pengobat tradisionalnya, maupun pasiennya,”. tuturnya.
Sukriadi Darma, S.Si, Apt sebagai pemateri dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Sulut juga menyatakan bahwa pemerintah memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat pelaku Usaha Kecil Menengah obat tradisional agar layak dan aman dikonsumsi. Hal ini senada dengan anjuran dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, dr. Lidya Tulus, bahwa produk pengobatan tradisional dapat menjadi sebuah ikon lokal yang siap dipasarkan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN. Senada dengan itu, Prof. dr. Winsy Warouw, SpKK dalam kesimpulan materinya menyebutkan bahwa peran akademisi sangat penting menunjang potensi integrasi pengobatan tradisional. “Ini adalah area potensial, harapan kami Unsrat segera membuka program studi pengobatan tradisional. Kita tidak boleh ketinggalan jauh dari negara-negara lain.” ujarnya (Asep Rahman)