Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memberikan peringatan yang keras kepada seluruh pengelolah restoran dan hotel di Provinsi Sulawesi Utara untuk tidak mengunakan gas elpiji 3 kg untuk keperluan masak dan kebutuhan bisnis lainnya. Hal ini ditegaskan Asisten Ekonomi Pembangunan Drs. Sanny Parengkuan MAP saat memimpin rapat koordinasi dengan instansi terkait seperti Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, Dinas ESDM, Pertamina, Perindag, Biro Ekonomi, serta para Asisten Ekonomi dan Pemerintah yang ada di Kabupaten/Kota di Sulut. Rapat Koordinasi tersebut dilaksanakan di ruang rapat Ex WOC, Senin 9 Februari 2015.
Pada kesempatan tersebut, Parengkuan menyatakan bahwa rapat koordinasi tersebut untuk memantapkan koordinasi pengawasan dan penertiban penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi termasuk gas elpiji 3 kg. Selain itu rapat tersebut bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM bersubsidi termasuk gas elpiji 3 kg kepada masyarakat luas.
Penggunaan gas elpiji 3 kg harus sesuai dengan aturan yang telah dibuat yakni hanya diperuntukkan bagi kebutuhan rumah tangga serta UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Lanjut menurut mantan Kadis Perindag Sulut, tim Wasbin baik yang ada di Provinsi maupun Kabupaten/Kota akan terus memantau penyaluran BBM dan gas elpiji 3 kg ini, sehingga tidak akan terjadi kelangkaan di masyarakat.
Bila nantinya ditemukan ada restoran dan hotel yang menggunakan gas elpiji 3 Kg, maka tim tidak akan segan-segan untuk menertibkan dan mengambil tindakan yang tegas, karena telah melanggar peraturan pemerintah No. 104/2007 tentang penyediaan pendistribusian dan penetapan harga liquefied petroleum gas tabung 3 kg.
Ditambahkan Parengkuan, untuk bisa mengamankan ketersediaan BBM bersubsidi dan gas elpiji 3 Kg, pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara diminta untuk bisa kreatif sehingga tidak terjadi penyalahgunaan penggunaan gas elpiji 3 Kg. Masing-masing daerah sekiranya dapat membuatkan peraturan daerah terkait hal ini dalam rangka pengawasan dan penertiban yang dimaksud, karena dengan adanya payung hukum yang jelas maka pemerintah bisa mengontrol setiap pangkalan atau penyalur yang bertindak nakal, tegas Parengkuan (Humas Prov Sulut)