Manado CityFest menjangkau mereka yang belum terjangkau. Mungkin kalimat tersebut bisa diperdebatkan, tapi bagi saya, itu yang saya lihat di lapangan. Satu pekan kegiatan yang diketuai oleh bapak Mor Bastian tersebut berlangsung di kawasan Mega Mas Manado, 26 sampai 31 Agustus 2013 yang lalu. Acara yang juga didukung penuh oleh Palau Association tersebut berhasil mengumpulkan puluhan komunitas religi, maupun sekuler, bahkan komunitas ‘ekstrim’ yang ada di Provinsi Sulawesi Utara pun terkumpul dalam satu arena.
Anda bisa bayangkan ada komunitas Drummers For Jesus (DMJ), komunitas pemuda gereja, yang berdampingan dengan komunitas tato, komunitas gay (penyuka sesama jenis), dan lain sebagainya di dalam satu lokasi. Baik Pemerintah maupun institusi Gereja belum pernah mengadakan festival seperti ini.
Memang ketika masyarakat mengetahui adanya komunitas gay yang mengambil bagian dalam Manado Cityfest, banyak masyarakat yang berang karena yang mereka ketahui Manado Cityfest adalah festival yang mengusung unsur religi. Bahkan ada yang menuding panitia penyelenggara “melegalkan” komunitas tersebut, karena secara agama maupun budaya keberadaan mereka tidak bisa diterima.
Akan tetapi tudingan tersebut dibantah oleh panitia penyelenggara. Panitia menyampaikan bahwa tujuan festival ini adalah juga untuk menjangkau mereka (komunitas gay, dan komunitas ekstrim lainnya). Andrew Palau yang adalah pembicara utama dan juga sebagai penyelenggara acara Manado Cityfest, juga sebagai perwakilan dari Palau Association, mengutip kalimat dalam kitab Injil Yohanes 3:16 (Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.), untuk menggambarkan maksud dan tujuan dari penyelenggaraan festival tersebut.
Andrew Palau menegaskan tentang kasih Tuhan kepada dunia, dunia dalam artian luas, termasuk mereka yang dianggap sampah masyarakat pun, dikasihi oleh Tuhan, dan mereka perlu untuk mendengarkan kabar baik ini. Hal tersebut juga dipertegas oleh ketua panitia, bapak Mor Bastian, bahwa panitia Manado Cityfest tidak melegalkan kaum gay, “kami mempunyai cara tersendiri untuk mendekati mereka” demikian pernyataan bapak Mor Bastian kepada media.
Hal senada juga disampaikan oleh Charles Lepar selaku Sekretaris Forum Pemuda Lintas Gereja, “Kristus datang bukan untuk kita orang-orang baik yang sering ke gereja saja, tapi juga bagi mereka.” Demikian pernyataan Charles kepada awak media, dan ditambahkannya “mengutip kata dari Andrew Palau, kasih Yesus itu mencari.”
Seperti kata pepatah lama “tidak ada gading yang tidak retak” demikian juga kita manusia yang tidak ada satu pun dari kita yang sempurna. Mungkin apa yang dianggap baik oleh panitia penyelenggara, tidak baik pada pandangan kita. Namun bisa saja sebaliknya, hal itu dibuktikan oleh peryataan seorang warga Manado yang tidak mau namanya disebutkan, dia mengatakan bahwa “saya senang dengan Manado Cityfest, selain kabar baik diberitakan, juga mendorong generasi muda untuk lebih kreatif.”
Tentu sangatlah bijak jika kita sebagai sesama manusia untuk saling memberikan kesempatan antara satu dengan lainnya. Demikian juga kepada mereka yang kita anggap sampah. Tapi kembali lagi, manusia memiliki kehendak bebas untuk menentukan mau jadi apa dia. Biarlah waktu yang akan menjawab, karena ‘benih’ sudah disemai. Menjadi tugas kita bersama untuk menyirami ‘benih-benih’ itu sehingga tumbuh menjadi tunas baru yang indah. (CP)