Seputarsulut.com, Talaud – salah satu tugas Kepala Desa sesuai amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, serta mensejahterakan masyarakat desa tersebut. Begitu pun seperti peraturan yang mengatur Perangkat Desa sesuai Pasal 51 Undang-Undang Tentang Desa pada poin a-e. Perangkat desa dilarang: (a). merugikan kepentingan umum; (b). membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; (c). menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; (d). melakukan Tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; (e). melakukan Tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa.
Tentu dalam menjalankan tugas-tugas tersebut Pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa dan jajaran perangkat desa harus mengutamakan asas Kejujuran dan profesionalitas dalam bekerja untuk masyarakat desa. Namun, yang terjadi di desa Taduwale, Kecamatan Damau, Kabupaten Kepulaun Talaud, Provinsi Sulawesi Utara agak berbeda.
Pasalnya, Pemerintah desa Taduwale baru-baru ini telah menyalurkan bantuan Ketahanan Pangan bagi masyarakat desa Taduwale. Namun, dalam penyaluran bantuan ketahanan pangan tersebut telah timbul polemik/kecemburuan ditengah masyarakat.
Seperti Salah satu warga mempertanyakan kejelasan hal tersebut ialah Don Bosco Maarebia. Ia mengatakan Bahwa dalam data nama-nama penerima bantuan tersebut ada yang tidak memenuhi syarat tapi tetap mendapatkan bantuan tersebut. sehingga penyaluran bantuan itu terkesan tidak profesional dan diduga Pemerintah desa merekayasa beberapa data penerima bantuan itu.
“data itu tidak otentik secara keseluruhan, karena yang di data itu ternyata ada juga masyarakat yang tidak memiliki kebun. Tetapi tetap menerima bantuan Ketahanan pangan tersebut, itulah yang menjadi permasalahannya.” ucap Don Bosco kepada awak media seputarsulut.com melalui via telepon seluler pada, Minggu (22/05/2022).
Ia juga mengatakan, “jadi bantuan ini adalah sisa pagu anggaran tahun 2021, akan tetapi pemerintah desa baru melakukan penjaringan pada bulan maret 2022 lalu dan hasil telah diumumkan ada 82 orang yang keluar sebagai penerima bantuan tersebut. Namun, dari data 82 penerima ini katanya masih akan diverifikasi lagi. Karena dalam data 82 penerima ini tidak semua mempunyai lahan kebun yang berstatus produktif, sehingga mereka (Pemerintah desa) berdalih bahwasanya yang tidak memenuhi syarat ini namanya nanti akan dicabut. Akan Tetapi, Seiring berjalannya waktu hingga saat ini, yang terjadi malah tidak sesuai apa yang dikatakan Pemerintah desa. Yang mana dari 82 orang penerima bantuan ini tidak diverifikasi lagi sehingga tetap menerima bantuan ketahanan pangan itu.” katanya.
Ada juga dalih perangkat desa bahwa bagi masyarakat yang belum terdata di penyaluran tahap pertama ini akan mendapatkan bantuan di tahap ke-2. Tapi menurut penuturan Don bosco bahwa yang masyarakat minta ialah keadilan atas kebijakan kepala desa yang telah menyetujui nama-nama penerima bantuan tahap pertama itu, kebijakan kepala desa yang dinilai salah dalam menyetujui ke 82 nama tersebut sehingga menciptakan polemik di tengah masyarakat.
“kecemburuan yang timbul ditengah Masyarakat ini ialah, kenapa masyarakat yang sudah jelas-jelas mempunyai kebun yang berstatus produktif ini tidak mendapatkan bantuan, Melaikan mereka yang tidak mempunyai kebun yang berstatus produktif diutamakan mendapat bantuan itu. Secara masyarakat yang betul-betul mempunyai kebun itu meminta keadilan kepada kepala desa dan perangkat desa,” tandasnya.
“Diantara data 83 penerima bantuan ketahanan pangan ini ada beberapa nama perangkat desa yang termasuk sebagai penerima namun tidak memiliki lahan kebun yang produktif, tapi tetap menerima bantuan ketahanan pangan itu dan ada satu lahan kebun yang sudah tidak produktif lagi tapi tetap mendapatkan bantuan. Lebih anehnya lagi ada 1 lahan kebun yang terdaftar 3 nama yang sebagai penerima bantuan, dan kemudian tetap mendapatkan bantuan ketahanan pangan tersebut.” Ungkapnya.
Menurut kepala desa bahwa data tersebut dari perangkat desa, sementara, seharusnya dia sebagai pengguna dana dan penentu sebelum data penerima bantuan tersebut dialokasikan. Ini terkesan seolah-olah kepala desa lempar batu sembunyi tangan.
Diketahui, Don bosco Maarebia juga telah menyampaikan hal ini ke Anggota dewan perwakilan rakyat kabupaten kepulauan Talaud dapil III yaitu Jakmon Amisi.
“Kami juga telah menyampaikan hal ini ke wakil ketua DPRD Kabupaten Talaud yaitu Jakmon Amisi. Kami berharap sebagai wakil rakyat yang juga menjadi penyambung lidah rakyat ini bisa memberikan solusi yang terbaik bagi kami masyarakat. Adapun solusi yang kami dapatkan tidak sesuai dengan harapan kami. Karna Jakmon Amisi lebih menyarankan kami untuk melanjutkan hal ini ke ranah hukum dengan narasi ‘Silahkan membuat laporan tertulis untuk hal ini’, Padahal apa yg kami harapkan adalah agar masalah ini bisa diselesaiakan secara baik-baik”. Tutupnya. Perlu diketahui, hingga saat ini didesa taduwale belum ada jaringan telepon, sehingga belum ada diklarifikasi dari Pemdes.
Selang berapa hari, akhirnya pemdes (Kepala desa) dapat dihubungi untuk diklarifikasi terkait pernyataan dari don bosco tersebut.
Dalam keterangannya Kepala desa mengatakan, “Statement tersebut tidak berdasarkan valid data, itu hanya sebatas statement. Dia bisa saja karna Barangkali unsur kepercayaan, unsur keluhan. Akan Tetapi kalau menurut saran saya, bukan demikian cara menyampaikan keluhan atau kekecewaan. Itukan bisa secara langsung berkomunikasi dengan kepala desa atau siapa saja yang berkenaan dengan kegiatan itu, itu kan hanya opini sepihak.” Kata Kades.
Kades juga menambahkan, “Bagi saya selaku kepala desa, hal itu dipahami dari sisi ungkapan hati nurani rakyat yang disampaikan kepada pemerintah dan juga itu bagian dari pemicu dalam rangka evaluasi kegiatan-kegiatan pemerintahan.” Turupnya