SULUT – Pasca keluarnya revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang baru disahkan, banyak Pro dan Kontra muncul.
Yang menjadi sorotan yaitu tambahan Pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi, tambahan Pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kepada siapa pun yang merendahkan DPR dan anggota DPR, tambahan Pasal 245 mengenai pemanggilan dan permintaan keterangan penyidikan kepada anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD.
Terkait hal tersebut, Pernyataan menarik disampaikan oleh Jems Tuuk legislator PDI-P di Deprov Sulut.
Menurutnya Filosofi dasar dari keluarnya UU MD3 adalah untuk memberi imunitas pada anggotanya. Bagi Tuuk keberadaan UU MD3 membuat DPR semakin sulit disentuh.
“Berarti DPR tidak ingin di kritik, sama halnya dengan membuat masyarakat menganggap anggota DPR tak tersentuh,” tegas Tuuk diruang kerjanya, senin (5/3/2018).
Lanjut dikatakan oleh Tuuk sebagai negara yang menganut faham demokrasi hal tersebut tidak lazim. Rakyat butuh keadilan dengan adanya UU MD3 sama halnya DPR tidak bisa memberi rasa keadilan pada rakyat yang memilih mereka. Pasti akan ada komplain dari rakyat karena rakyat memilih kita sebagai utusan untuk memperjuangkan aspirasi mereka menjadi suatu hal yang wajar ketika secara kelembagaan dewan di kritik. kalaupun ada Kritik yang menjurus ke fitnah laporkan saja pada yang berwajib tidak perlu di lindungi dengan undang undang.
“ingat Kedaulatan ada di tangan rakyat keberadaan UU MD3 menggugurkan kedaulatan rakyat,”ujarnya lagi
Lepas dari belum di tanda tanganinya UU MD3 oleh Presiden, bagi saya UU ini tidak logis.
“Apakah manfaat hak imunitas itu tujuannya untuk kepentingan bangsa ini atau untuk kepentingan pribadi?,”ucapnya.
(Ardybilly)