Oleh : DR Jerry Massie PhD (Direktur Political and Public Policy Studies).
Dewasa ini, agak sulit mewujudkan dan mengaplikasikan semboyan populer tou Kawanua yakni : “Si Tou Timou Tumou Tou” yang digagas tokoh Kawanua di era kemerdekaan yakni Gubernur pertama Sulawesi DR GSSJ Sam Ratulangi.
Dalam kacamata saya, istilah ini sudah pupus, pudar bahkan mati alias so nyanda berlaku lagi.
Zaman orde baru tokoh dan pejabat dari Bumi Nyiur melambai masih disegani dan diperhitungkan.
Pasalnya, masih ada orang Sulut yang mengisi posisi kabinet yakni menteri Perumahan Theo Sambuaga dan Haryono Isman. Justru berbalik dengan era Megawati dan Gus Dur bahkan Jokowi tak ada lagi Menteri asal Sulut yang duduk di kabinet. Sedangkan zaman SBY masih ada nama Mayjen TNI (Purn) EE Mangindaan.
Di kabinet Jokowi hanya ada figur dari Sulut yang duduk yakni Jerry Sambuaga, Sambuaga sebagai Wamen Perdagangan.
Barangkali puncak keemasan ‘Tou Kawanua’ disaat Soekarno menjabat Presiden. Bayangkan dalam periodisasi Soekarno sampai turun dari jabatannya sebagai presiden, tokoh Sulut mendominasi kabinet dengan 9 orang Menteri. Mulai menteri keuangan ke-3 Mr AA Maramis sampai 3 kali duduk di kabinet Jan Daniel Massie.
Jadi, era Soekarno orang Manado sangat disegani dan ditakuti. Bayangkan zaman itu kita memiliki 4 wewene (perempuan tangguh).
Sebut saja, Walikota wanita pertama di Indonesia yakni, perempuan asal Sulut Agustine Magdalena Waworuntu yang memimpin Manado sejak akhir 1949 namun baru diresmikan pada Maret 1950.
Wanita Kelahiran 4 Juni 1899 ini karib dipanggil Tiene ini menjadi walikota melalui sebuah pemilihan umum (terbatas).
Selain walikota ternyata Dokter perempuan pertama di Indonesia juga berasal dari Sulut. Marie Thomas, namanya. Marie Thomas lahir di Likupang, Minahasa, Sulawesi Utara pada 17 Februari 1896 dari pasangan Adriaan Thomas dan Nicolina Maramis. Ayahnya adalah seorang tentara, sehingga kerap berpindah – pindah dari satu kota ke kota yang lainnya.
Sedangkan Brigjen Pol Jeane Mandagi tercatat menjadi Brigadir Jenderal (Brigjen) pada tahun 1991. Dia menjadi wanita pertama di Indonesia yang menyandang pangkat jenderal di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kini memiliki beberapa Polisi Wanita (Polwan) bergelar jenderal.
Sedangkan Sarjana Hukum Pertama Indonesia Prof Annie- Abas Manopo dan juga pernah menjabat Rektor USU Sumut
Era Soekarno budaya baku tongka, baku angka dan baku topang masih menjadi slogan. Apalagi saling baku bantu diperantauan. Tapi saat ini Minahasa tak kenal lagi istilah dari Dr. Sam Ratulangi ini. Pasalnya kita hanya bermain single figther bukan double figther
Padahal kita punya orang-orang yang duduk diposisi penting tapi enggan membantu sesama Manado. Kita kalah sama suku Batak dan Bugis yang menguasai Kementerian Hukum dan HAM, Perhubungan sampai BUMN dan juga orang Maluku Utara yang mendominasi Kementerian Dalam Negeri.
Alasan utamanya ada istilah : “Makang Puji, pandang enteng atau orang Betawi menyebutnya ‘Belagu’ dan juga ego tinggi, serta ada istilah : ‘Nemau orang laeng berhasil dia suka dia sa sandiri jo yang sukses’.
Ini terjadi saat ini tapi di kepolisian masih ada orang-orang Kawanua yang peduli terhadap sesama kawanua. Tapi ada sampai dirinya retired (pensiun) tak ada satupun keluarga dan kerabatnya yang diangkat entah itu di SPN, Akpol atau saat dia menjadi Kapolda merekrut orang Manado sebagai ajudan.
Saya kenal hanya berapa nama yang masih peduli, yang lainnya hanya lamu bahasa keren Zaman Now.
Luar biasanya para tokoh Minahasa di era Soekarno lantaran menteri paling banyak di era orde lama ini.
1. Mr Alex Maramis – Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri
2. Ir Herling Laoh – Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan
3. Mr Arnold Mononutu – Menteri Penerangan
4. Gustaaf Maengkom – Menteri Kehakiman
5. F F Nyong Umbas – Menteri Muda Perekonomian
6. Frits H Laoh – Menteri Perhubungan
Drs Wim J Rumambi – Menteri Penghubung MPR/DPR/DPA dan Menteri Penerangan
8. Hans A Pandelaki – Menteri Keuangan Urusan Anggaran
9. Jan D Massie – Menteri Urusan Penertiban Bank & Modal Swasta di kabinet Kerja IV.
Belum lagi ada diplomat terbaik tanah air yakni LN Palar.
Beliau menjadi utusan Indonesia di PBB. Dunia tahu Indonesia berkat peran Palar.
Sementara saat ini sangat sulit kita bersaing. Kalau sudah di posisi atas sulit mengangkat sesama Kawanua. Terakhir dua nama yang turun jabatannya yakni Dirjen Imigrasi Ronny Sompie dan Jamintel Yan Maringka.
Kini kita ada nama-nama seperti Dirjen Kementerian Kesehatan Maxi Rondonuwu dan juga Deputi Bidang Hukum Kementerian BUMN Irjen Pol Carlo Tewu.
Setidaknya jika ingin melihat Tou Kawanua menguasai panggung Nusantara maka ‘saling baku angka bukan baku sekop’. Saya paling tidak suka dengan istilah monohok ‘Manado’ = (Menang Nampang Doang), tapi itulah orang luar memandang kita.
Dengan kata lain, saat posisi anda di atas maka angkatlah putra daerah terbaik jangan hanya kita yang diatas. Pentingnya ada kaderisasi. Contoh orang Bali di Sulut saat mereka memegang jabatan Kapolres mereka memanggil putra-putra daerahnya.
Saya pernah mendengar pada era 70-an orang Manado diperantaun masih baku bantu. Sebagai contoh mendiang Alm. Jorry Suwu dan Bernath Tasik di Tanjung Priok, Jakarta Utara masih membantu Tou Kawanua khususnya Langowan kala itu saat merantau ke ibukota Metropolitan Jakarta. Mereka masih menjunjung tinggi budaya “Si Tou Timou Tumou Tou: yakni dengan memberikan penginapan bahkan pekerjaan di Pelabuhan Tanjung Priok. Lantaran Mendiang Jorry merupakan kepala pelabuhan.
Sama persis dilakukan Sir Alex Lolowang di New York AS. Pada dekade 70-80-an banyak membantu orang Kawanua di Amerika.
Justru, yang membuat saya bingung slogan kita diadopsi daerah lain dan berhasil.
Jadi, jika falsafah ini torang kedepankan maka kita percaya torang samua akan dikagumi dan disegani di ibukota. Dan torang samua bisa menepis sejumlah isu miring yang dialamatkan buat orang Manado.
Menurut saya, jika kita merawat budaya leluhur dan juga falsafah bahkan semboyan yang ditanamkan DR Sam Ratulangi, ini maka saya yakin orang Sulut akan mampu bersaing di nasional bahkan dunia.
Mengapa daerah lain bisa melakukan ini dan kita tidak bisa. Presentase yang menggunakan ideologi Sam Ratulangi ada tapi relatif kecil.