MANADO – Partai Golkar Sulut Diuji. Berikut beberapa catatan akademisi Unsrat Dr. Ferry Liando untuk isu panas ini.
Golkar sepertinya mengalami dilema politik. Artinya apapun keputusan yang diambil terkait wacana pergantian ketua DPD Golkar sulut tetap akan bermasalah. Dari aspek legal formal, kepengurusan Vreeke Runtu akan berakhir pada 2021. Jika ia diganti sebelum masa jabatan berakhir maka bisa akan berakhir di pengadilan.
Sebab pergantianya tidak melewati tahapan sebagaimana aturan di partai itu. Tidak ada alasan untuk menggantikan mantan Bupati Minahasa 2 peiode tersebut. Ini disebabkan Waket DPRD Sulut tersebut tidak melakukan pelanggaran, baik pelanggaran organisasi maupun pelanggaran amoral ataupun korupsi.
Namun sepertinya untuk mempertahankan jabatan Vreeke sebagai ketua juga sepertinya agak sulit terutama dari aspek legitimasi politik. Paling tidak ada beberapa tanda bahwa legitimasi politiknya mulai lemah.
1. Harusnya Tetty itu mendapat sangsi organisasi karena menggunakan PDIP sebagai partai politik yang mengusungnya di Pilkada. Namun apa yang terjadi? Boro-boro dipecat, malah Tety tetap di percaya dan langsung di pilih sebagai ketua Golkar Minsel.
2. Hal yang tidak lasim jika pengurus DPD ll dilantik ketua DPP. Namun bagi Tetty ternyata itu bisa terjadi. Ini artinya ketua DPP sepertinya mulai memberi peluang ke Tetty.
3. Pada saat musda Golkar Minsel, hal yang luar biasa juga ketika harus ada pengurus DPP Golkar yang menghadirinya dari pembukaan hingga selesainya musda. Pengalaman sebelumnya musda Dpd ll hanya dihadiri pengurus provinsi.
4. Tidak adanya kader Golkar yang maju di Pilkada Bolmong dan Sangihe menjadi pertanda kepemimpinan Vreeke bermasalah dari segi kaderisasi. Sehingga harus mencari kader dari partai politik lain untuk di usung.
5. Kekalahan Golkar baik dalam pemilu dsn sejumlah Pilkada menjadi petunjuk bahwa ada sesuatu yg harus dibenahi di struktur partai Golkar.
6. Unjuk gigi 10 Dpd 2 di Sulut yang sepetinya memberikan legitimasi bulat atas ketidakpercayaan mereka terhadap Vreeke.
Namun goncangan seperti ini tidsk mudah diselesaikan sebab elit-elit di DPP sepertinya belum bulat. Ada 2 gerbong di DPP. Kelompok Nurdin Halid dan Idrus Marhan sepertinya masih mendukung Vreeke, sementara kelompok ketua umum Novanto dan Imanuel Blegur sepetinya mulai membuka jalan bagi Tety.
Dalam situasi seperti ini sikap Vreeke menjadi taruhan. Tentu Vreeke tidak lagi diajarkan bagaimana cara membaca cuaca politik. Beliau politisi yang sangat berpengalaman. Dia bisa tahu seberapa besar dukungan DPP terhadapnya. Jika masih kuat maka Vreeke bisa mempertahankan jabatannya, namun Jika dianggap dukungan sudah melemah sebaiknya Vreeke mengikuti arah angin Itu.
Hal ini untuk menjaga masa depan politik dirinya maupun elit-elit di sekitarnya termasuk anaknya Careig. Paling tidak Almarhum Pak Freddy Sualang bisa jadi contoh. Akhirnya sikap itu menguntungkan anaknya Richard Sualang yang masih bertahan di PDIP. Namun satu hal yang menjadi catatan DPD Golkar Sulut bahwa jika dinamika ini tidsak selesai dalam waktu dekat ini maka akan merugikan parpol ini pada 6 Pilkada di Sulut tahun depan.