Pemerintah Indonesia telah memesan vaksin Covid-19 sebanyak 50 juta yang diproduksi oleh AstraZeneca, Inggris. Pembayaran uang muka untuk pengadaan vaksin itu dianggarkan sebesar Rp3,7 triliun untuk tahun 2020.
Tentang Vaksin AstraZeneca
Apa Itu Vaksin AstraZeneca? Dikutip BBC.com, AstraZeneca merupakan perusahaan obat asal Inggris yang mulai memproduksi vaksin potensial untuk virus corona sejak Juni 2020. AstraZeneca mengatakan akan mampu memasok dua miliar dosis vaksin. Soriot mengatakan produksi sudah dimulai sejak saat itu karena Salah satu kemitraan baru adalah dengan Serum Institute of India (SII), produsen vaksin terbesar di dunia berdasarkan volume.
Yang lainnya adalah kesepakatan $ 750 juta (£ 595 juta) dengan dua organisasi kesehatan yang didukung oleh Bill dan Melinda Gates. Kedua badan amal, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) dan aliansi vaksin GAVI akan membantu menemukan fasilitas produksi untuk memproduksi dan mendistribusikan 300 juta dosis vaksin. Pengiriman diharapkan dimulai akhir tahun ini.
Kementerian Kesehatan Australia juga telah mendaftarkan vaksin AstraZeneca dalam The Therapeutic Goods Administration (TGA) atau badan yang mengurus daftar barang yang akan masuk ke Australia. Pemberian penetapan sementara berarti TGA telah membuat keputusan AstraZeneca memenuhi syarat untuk mengajukan pendaftaran sementara vaksin di Australian Register of Therapeutic Goods (ARTG).
Chief scientist World Health Organization (WHO) Soumya Swaminathan mengatakan bahwa vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca merupakan salah satu kandidat terdepan dalam perlombaan penemuan vaksin. Pendiri Microsoft Bill Gates juga menjagokan vaksin ini sebagai senjata melawan corona di dunia.
Sebagai salah satu pionir dalam pengembangan vaksin Covid-19, AstraZeneca telah mendapat suntikan dana dari Pemerintah AS melalui operasi warp speed sebesar US$ 1,3 miliar (setara dengan Rp 18,85 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500/US$).
Sebagai gantinya AS meminta jatah vaksin AZD1222 sebanyak 400 juta dosis. Perusahaan yang bekerja sama dengan Oxford University ini juga mendapatkan pendanaan dari Komisi Uni Eropa sebesar US$ 396 juta (Rp 5,74 triliun) dalam bentuk down payment (DP) guna menyelamatkan 300 juta dosis vaksin.
Uji Klinis Vaksin
Vaksin buatan Universitas Oxford dan AstraZeneca ini diberi bernama AZD 1222 atau ChAdOxl nCoV-19. Vaksin ini telah melakukan uji klinis fase tiga atau fase akhir di Inggris, Brazil dan Afrika dengan menguji coba pada 20.000 relawan. Vaksin ini juga diuji di AS dengan mengundang 50.000 relawan.
Masalah yang terjadi karena uji klinis yang dihentikan sementara setelah seorang relawan asal Inggris dikabarkan mengalami dampak negatif serius pasca kandidat vaksin disuntikkan. Tidak menyurutkan semangat perusahan dan ilmuwan dari inggris ini. Mereka sedang mengurus persidangan dan berencana akan tetap melanjutkan penelitian. Pihak AstraZeneca masih optimis bahwa vaksin yang mereka kembangkan ini bisa selesai akhir tahun ini.
Para ahli sangat prihatin dengan uji coba vaksin AstraZeneca, yang dimulai pada bulan April kemarin di Inggris, karena penolakan perusahaan untuk memberikan rincian tentang penyakit saraf yang serius pada dua peserta, keduanya wanita, yang menerima vaksin eksperimentalnya di Inggris. Kasus-kasus tersebut mendorong perusahaan untuk menghentikan pengujiannya sebanyak dua kali, kedua kalinya awal bulan ini. Tetapi, studi tetap dilanjutkan di Inggris, Brazil, India, dan Afrika Selatan, tetapi masih ditunda di Amerika Serikat.
Aplikasi kesehatan Halodoc memberikan berbagai informasi seputar vaksin Astrazeneca. Bila Anda membutuhkan informasi kesehatan lainnya, atau konsultasi dengan dokter, Halodoc akan membantu Anda. Anda pun juga dapat membuat janji dengan dokter untuk kebutuhan rapid ataupun swab test melalui aplikasi Halodoc dengan sangat mudah.